Background

Isu-isu Global dan dampak buruk pada kehidupan Masyarakat Internasional.


A. Isu-isu Global
globalisasi
Pada abad ke 21 ini, Masyarakat Internasional ditantang oleh berbagai isu dan aksi. Tidak hanya kalangan masyarakat tetapi Pemerintah pun menjadi bahan perbincangan serius dalam kancah politik Internasional. Politik Internasional di latarbelakangi kepentingan ekonomi dan pertahanan keamanan bagi setiap Negara. Sebagaian Negara mengantisipasi adanya bahaya atau ancaman dari luar negeri; tetapi sebagian Negara lainnya mengantisipasi aksi-aksi dalam Negara sendiri, yang bersifat merugikan bagi rakyatnya. Dalam hal ini, Pemerintah harus jelih melihat dan mengantisipasi isu dan aksi berkembang di dalam dan luar negari. Sebab akan muncul dampak-dampak negative lebih dominan, dibandingkan dampak positifnya.
Seiring perkembangan jaman, Politik Internasional masing-masing Negara berlomba dan bersaing untuk merebut wilayah penguasaannya; dimana Negara-negara itu, dulunya dikenal sebagai blok barat. Block Barat menganut paham Imperialialisme dan Kapitalisme, kini menjadi Kejayaan. Kejayaan itu berawal dari Ambisi yang kuat oleh Negara-negara maju yang sepaham; bersatu dan meningkatkan tekad yang sama untuk mewujudkan apa yang menjadi tujuan mereka, tanpa diketahui pihak lain (Negara). Metode yang digunakan oleh Negara Maju, Jelas bahwa akan membangun dan meningkatkan diplomasi, sebab diplomasi merupakan sarana bagi sesama antar Negara di dunia ini.
Selain diplomasi, cara lain yang digunankan adalah Intervensi. Pada umumnya Intervensi dilakukan oleh Negara Maju terhadap Negara berkembang; guna mencapai tujuan tertentu. Kebijakan Negara Maju (Kapitalis) di hantui oleh Kepentingan akan penguasaanya terhadap Negara lain. Tak dipungkiri bahwa salah satu cara yang dilakukan oleh Negara Maju, adalah dalam rangka peningkatan Pembangunan di Negaranya; baik Pembangunan Fisik maupun pembangunan non fisik. Melihat perkembangannya; taraf hidup rakyat negaranya Ekonomi, Politik dan Keamanan dikuasai oleh penguasa. Kekuatan dan kekuasaan Negara saling di Beck Up satu sama lainnya. Berawal dari kehausan Negara yang tak pernah pudar, mengakibatkan krisis pembangunan, terutama kepada Negara-negara berkembang. Politik internasional merupakan jawaban bagi Negara Maju untuk menyelesaikan segala persoalan yang ada dalam negaranya; baik dalam negeri maupun luar negeri. Ditengah kehidupan bangsa dan Negara seperti itu, banyak problem yang dihadapi setiap Negara berkembang. Isu dan aksi yang cenderung negative juga telah manjadi perbincangan pada tingkatan internasional (mengglobal).
Adapun Isu dan Aksi yang berkembang di setiap Negara; Misalnya Persoalan Teroris atau ISIS, Penebangan Hutan, dan lainnya.
1. Teroris
Istilah teroris oleh para ahli kontraterorisme dikatakan merujuk kepada para pelaku yang tidak tergabung dalam angkatan bersenjata yang dikenal atau tidak menuruti peraturan angkatan bersenjata tersebut. Aksi terorisme juga mengandung makna bahwa serang-serangan teroris yang dilakukan tidak berperikemanusiaan dan tidak memiliki justifikasi, dan oleh karena itu para pelakunya (“teroris”) layak mendapatkan pembalasan yang kejam.
Akibat makna-makna negatif yang dikandung oleh perkataan “teroris” dan “terorisme”, para teroris umumnya menyebut diri mereka sebagai separatis, pejuang pembebasan, pasukan perang salib, militan, mujahidin, dan lain-lain. Tetapi dalam pembenaran dimata terrorism : “Makna sebenarnya dari jihad, mujahidin adalah jauh dari tindakan terorisme yang menyerang penduduk sipil padahal tidak terlibat dalam perang”. Padahal Terorisme sendiri sering tampak dengan mengatasnamakan agama.
Selain oleh pelaku individual, terorisme bisa dilakukan oleh negara atau dikenal dengan terorisme negara (state terorism). Misalnya seperti dikemukakan oleh Noam Chomsky yang menyebut Amerika Serikat ke dalam kategori itu. Persoalan standar ganda selalu mewarnai berbagai penyebutan yang awalnya bermula dari Barat. Seperti ketika Amerika Serikat banyak menyebut teroris terhadap berbagai kelompok di dunia, di sisi lain liputan media menunjukkan fakta bahwa Amerika Serikat melakukan tindakan terorisme yang mengerikan hingga melanggar konvensi yang telah disepakati.
Terorisme di dunia bukanlah merupakan hal baru, namun menjadi aktual terutama sejak terjadinya peristiwa World Trade Center (WTC) di New York, Amerika Serikat pada tanggal 11 September 2001, dikenal sebagai “September Kelabu”, yang memakan 3000 korban. Serangan dilakukan melalui udara, tidak menggunakan pesawat tempur, melainkan menggunakan pesawat komersil milik perusahaan Amerika sendiri, sehingga tidak tertangkap oleh radar Amerika Serikat. Tiga pesawat komersil milik Amerika Serikat dibajak, dua di antaranya ditabrakkan ke menara kembar Twin Towers World Trade Centre dan gedung Pentagon.
Berita jurnalistik seolah menampilkan gedung World Trade Center dan Pentagon sebagai korban utama penyerangan ini. Padahal, lebih dari itu, yang menjadi korban utama dalam waktu dua jam itu mengorbankan kurang lebih 3.000 orang pria, wanita dan anak-anak yang terteror, terbunuh, terbakar, meninggal, dan tertimbun berton-ton reruntuhan puing akibat sebuah pembunuhan massal yang terencana. Akibat serangan teroris itu, menurut Dana Yatim-Piatu Twin Towers, diperkirakan 1.500 anak kehilangan orang tua. Di Pentagon, Washington, 189 orang tewas, termasuk para penumpang pesawat, 45 orang tewas dalam pesawat keempat yang jatuh di daerah pedalaman Pennsylvania. Para teroris mengira bahwa penyerangan yang dilakukan ke World Trade Center merupakan penyerangan terhadap “Simbol Amerika”. Namun, gedung yang mereka serang tak lain merupakan institusi internasional yang melambangkan kemakmuran ekonomi dunia. Di sana terdapat perwakilan dari berbagai negara, yaitu terdapat 430 perusahaan dari 28 negara. Jadi, sebetulnya mereka tidak saja menyerang Amerika Serikat tapi juga dunia. Amerika Serikat menduga Osama bin Laden sebagai tersangka utama pelaku penyerangan tersebut.
Kejadian ini merupakan isu global yang memengaruhi kebijakan politik seluruh negara-negara di dunia, sehingga menjadi titik tolak persepsi untuk memerangi Terorisme sebagai musuh internasional. Pembunuhan massal tersebut telah mempersatukan dunia melawan Terorisme Internasional. Terlebih lagi dengan diikuti terjadinya Tragedi Bali, tanggal 12 Oktober 2002 yang merupakan tindakan teror, menimbulkan korban sipil terbesar di dunia, yaitu menewaskan 184 orang dan melukai lebih dari 300 orang. Perang terhadap Terorisme yang dipimpin oleh Amerika, mula-mula mendapat sambutan dari sekutunya di Eropa. Pemerintahan Tony Blair termasuk yang pertama mengeluarkan Anti Terrorism, Crime and Security Act, December 2001, diikuti tindakan-tindakan dari negara-negara lain yang pada intinya adalah melakukan perang atas tindak Terorisme di dunia, seperti Filipina dengan mengeluarkan Anti Terrorism Bill
2. Pembabatan Hutan
Penebangan kayu adalah aktivitas yang mencakup tidak hanya memotong pohon, namun juga transportasi dan pemrosesan di tempat (misal pemotongan hingga ukuran kecil). Pohon yang dipotong tidak selalu batang utamanya, namun juga cabang yang berukuran besar dengan meninggalkan batang utamanya sehingga pohon tetap hidup. Sedangkan penebangan pohon penuh berarti memanfaatkan semua bagian pohon yang berkayu.
Penebangan ilegal adalah istilah dalam kehutanan yang juga disebut dengan pencurian kayu, termasuk aktivitas lainnya seperti transportasi, transaksi, dan pemrosesan kayu yang di luar ketentuan hukum. Prosedur penebangan sendiri bisa dikatakan ilegal jika akses masuk hutan didapatkan dengan cara korupsi, menebang spesies pohon yang dilindungi, atau menebang dalam jumlah melebihi yang diizinkan. Penebangan habis adalah istilah penebangan yang memanen kayu dalam area tertentu hingga bersih tanpa menyisakan satu pohon pun.
Aktivitas menebang pohon yang memiliki nilai jual tinggi dan meninggalkan yang bernilai jual rendah, menebang pohon yang sudah matang dan meninggalkan yang muda, atau meninggalkan kayu yang berpenyakit atau rusak disebut dengan sistem tebang pilih (high grading) atau penebangan selektif. Penebangan yang tidak memotong batang utama dari pohon (penebangan cabang) harus memperhatikan sisa potongan di lokasi (serbuk gergaji, potongan daun) terutama jika penebangan dilakukan di daerah yang rawan kebakaran.
Ketika suatu area hutan terendam air akibat dibangunnya bendungan, maka kayu dapat ditebang dengan metode penebangan kayu bawah air. Penebangan dapat menjadi lebih sulit (karena harus menyelam ke dalam air), dan lebih mudah (karena kayu langsung mengapung di atas air setelah ditebang). Contoh terkenal dari usaha penebangan bawah air ada di Danau Ootsa dan Danau Williston di British Columbia, Kanada, dan di Danau Volta, Ghana.
3. Pergerakan Pembebasan
Pemberontakan, dalam pengertian umum, adalah penolakan terhadap otoritas. Pemberontakan dapat timbul dalam berbagai bentuk, mulai dari pembangkangan sipil (civil disobedience) hingga kekerasan terorganisir yang berupaya meruntuhkan otoritas yang ada. Istilah ini sering pula digunakan untuk merujuk pada perlawanan bersenjata terhadap pemerintah yang berkuasa, tapi dapat pula merujuk pada gerakan perlawanan tanpa kekerasan. Orang-orang yang terlibat dalam suatu pemberontakan disebut sebagai “pemberontak”.
Terkadang sebuah pemberontakan bisa dibilang revolusi oleh pemimpin pemberontakan tersebut. Tengok saja pemberontakan Amerika Serikat kepada Inggris pada era perang kemerdekaanya. Atau gerakan milisi di Irlandia yang sering disebut dengan IRA. Memang hal itu bisa terjadi jika syarat-syarat Revolusi dapat tercapai.
Kebanyakan pemberontakan dilaksanakan untuk menggantikan pemerintahan yang ada dengan pemerintahan yang baru, tentunya pemerintahan idaman para pemberontak. Baik itu dari segi keseluruhan nation, seperti yang terjadi di Amerika Serikat pada era Perang Saudara Amerika atau sebagian saja seperti yang dilakukan GAM di Indonesia, SPLM di Sudan, Chechnya di Rusia, atau Fidel Castro dan Che Guevara di Amerika Latin.
Namun pemberontak tidak saja hanya gerakan anti-pemerintahan yang dilakukan dengan mengangkat senjata saja. Setidaknya ada beberapa tipe pemberontakan, antara lain: ketidakmauan berkorporasi dan bekerja sama kepada pemerintah, seperti yang dilakukan Mahatma Gandhi. Gerakan mempertahankan wilayah yang telah dikuasai oleh musuh, seperti Perang Revolusi Indonesia pada 1945-1949. Gerakan revolusi yang mengakar dan dilakukan untuk menggulingkan pemerintahan yang ada, seperti Revolusi Rusia. Pemberontakan yang dilakukan oleh pemberontakan lokal, seperti Perang Jawa yang dipimpin oleh Pangeran Diponegoro. Pembangkangan militer pada pemimpinya, layaknya yang dilakukan militer Filipina pada presiden Gloria Macapagal Arroyo. Aksi subversi dan sabotase pada negara.
B. Dampak-dampak buruk bagi masyarakat Internasional
Isu dan Aksi kejahatan terhadap kemanusiaan dan lingkungan akan terus berkembang seiring berkembang jaman. Persoalan-persoalan ini akan menjadi perbincangan bagi Pemerintah; yang kemudian dialami oleh masyarakat. Kebebasan masyarakat sebagai warga Negara akan perhambat oleh tindakan amarah; karena situasi dan kondisi akan membuat masyarakat tidak nyaman, akan ada trauma dalam setiap pribadi orang, yang akhirnya membuat rasa ketakutan. Isu dan Aksi kejahatan sering muncul kota-kota besar, terutama di Negara-negara berkembang.
Arus Globalisasi yang setiap waktu hingga sekarang ini yang terus berkembang pastilah memberikan dampak terhadap kehidupan manusia dari berbagai segi dan lingkup sosial yang ada. Dampak Globalisasi tersebut dapat bersifat positif ataupun negatif. Namun, Akan lebih banyak dampak negative di dalam kehidupan masyarakat internasional.
Adapun beberapa dampak negatif globalisasi, yaitu: Pertama, Terjadinya pengurangan tenaga kerja atau pemecatan dan perampingan tenaga kerja pada sebuah perusahaan. Hal ini merupakan dampak dari globalisasi dikarenakan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi menyebabkan mesinisasi atau penggunaan mesin dan komputer yang akan menggantikan fungsi manusia sebagai tenaga kerja. Hal ini terjadi dikarenakan pertimbangan manusia yang kurang efisien dan terlalu banyak biaya. Kedua, Individu bersifat lebih individualis dibandingkan sebelumnya. Hal ini dikarenakan privasi individu dalam globalisasi dapat dengan mudah terekspos bila bersifat lebih sosial dibandingkan sebelumnya. Ketiga, Masuknya pola hidup ataupun budaya yang tidak sesuai dengan budaya kita. Dampak negatif globalisasi ini akan semakin besar apabila budaya yang masuk dapat menyerap dan dijadikan sebagai salah satu nilai dalam kebudayaan kita.
Penulis: Kristianus Douw, Alumni Jurusan Hubungan Internasional, Universitas Wahid Hasyim Semarang

Categories: Share

Leave a Reply