Dinamika Ekonomi dan Politik Korea Selatan
Konfusianisme
memiliki pengaruh yang sangat kuat dan telah mengakar di daratan Korea.
Konfusianisme ini telah memberikan dampak positif dan negatif terhadap
kebudayaan masyarakat Korea. Dampak positif ini antara lain adalah memberikan
dorongan semangat untuk belajar, penghormatan atas etika dan moralitas, serta
penghormatan atas kejujuran, kesetiaan, dan kebenaran. Sedangkan dampak negatif
yang diberikan oleh konfusianisme kepada kebudayaan Korea antara lain pemujaan
terhadap China, pengelompokkan (faksionalisme), kekeluargaan, pemikiran kelas,
kesusastraan yang feminine, memperlemah kapasitas industri komersial,
penghormatan terhadap gelar, dan penghormatan terhadap masa lalu. Namun secara
keseluruhan dapat dikatakan konfusianisme telah mendorong terjadinya perubahan
politk, kebudayaan, dan ekonomi nasional yang cukup penting (Young-Whan,n.d:2)
Dinasti Chosun merupakan dinasti yang berkuasa di Korea sejak tahun
1392-1910. Kebudayaan Konfisus Korea ini menggambarkan adanya kelas-kelas dalam
masyarakat, yaitu Yangban sebagai orang sipil, aristokrat turun menurun,
rakyat jelata sebagai orang awam, pedang dan seniman, serta kelas terendah
adalah kelas para budak. Yangban adalah kelas yang menjalankan birokrasi
politik dan bisnis.
Pasca
perang dunia II,untuk mengisi kekosongan kekuasaan di Korea, Amerika Serikat
dan Uni Soviet menduduki Korea untuk menjalankan pemerintahan sementara. Untuk
membagi daerah kependudukan ini, kedua negara adi kuasa tersebut sepakat untuk
membagi daratan Korea pada garis lintang 38 derajat menjadi Korea Utara dan
Korea Selatan. Korea Utara menjadi daerah kependudukan Soviet, sedangkan Korea
Selatan menjadi daerah kependudukan Amerika Serikat. Kedua negara ini
bersitegang karena memiliki prinsip yang berbeda dalam menjalankan
pemerintahan, akhirnya timbullah ketegangan antara Korea Utara dan Selatan,
sehingga pada tahun 1950 terjadilah perang Korea yang disebabkan invasi Korea
Utara dan Selatan. Hingga saat ini kedua negara ini tetap terpisah. Korea Utara
masih dengan paham komunis, dan Korea Selatan dengan paham liberalisnya. Dalam
pembahasan ini penulis akan memfokuskan pada dinamika ekonomi dan politik Korea
Selatan.
Menurut
Khi Young-Whan terdapat sejumlah faktor yang berasal dari Konfusianisme yang
mendorong pertumbuhan ekonomi di Korea Selatan, antara lain kepatuhan seorang
anak dan kesetiaan kepada keluarga, pemahaman dan penerimaan anggapan bahwa
negara merupakan agen moral yang aktif dalam pembangunan masyarakat,
penghormatan atas status dan hierarki, penekanan pada pengembangan diri sendiri
dan pendidikan, serta perhatian terhadap harmoni sosial (Eckert et al.,
1990:409, dalam Young-Whan,n.d:4). Faktor-faktor ini lah yang mendukung
terjadinya modernisasi dalam bidang politik dan ekonomi Korea Selatan sehingga
Korea Selatan dapat mencapai “keajaiban ekonomi”nya pada tahun 1970-1980an.
Industrialisasi
ekonomi dan strategi ekspansi ekspor serta pertumbuhan ekonomi yang dipimpin
oleh negara menjadi tiga kunci utama dalam modernisasi ekonomi Korea Selatan
yang mendukung tercapainya keajaiban ekonomi Korea Selatan. Pada awalnya Korea
Selatan adalah negara yang menggunakan strategi ekonomi substitusi impor,
kemudian pada tahun 1960-an Korea Selatan beralih mengunakan strategi
industrialisasi ekonomi yang berorientasi pada bidang ekspor. “Keajaiban
ekonomi” Korea Selatan direncanakan dan dikembangkan oleh rezim otoritarian
negara berkembang kapitalis (Young-Whan,n.d:18) hal ini menunjukkan adanya
intervensi negara yang cukup besar dalam pasar pada awalnya, namun pada
akhirnya keajaiban ekonomi ini dapat terwujud setelah masyarakat sipil
berkembang menjadi kuat, dan aktifnya sektor sosial yang merupakan bagian dari
reformasi politik di akhir abad 20. Semenjak berkurangnya intervensi
pemerintah dalam pasar membuat era pertumbuhan ekonomi di Korea Selatan menjadi
lebih maju dan stabil sejak awal abad 21.
Seperti
yang telah disebutkan pada pembahasan sebelumnya dinasti Chou telah memimpin
sejak tahun 1392 hingga 1910 dengan membawa daratan Korea dengan ideologi
Konfusianisme. Doktrin politik pelaksanaan pemerintah pada masa ini dibagi
menjadi tiga tingkatan, yaitu Kyongse (untuk mengatur dunia), chemin (untuk
menyelamatkan rakyat), chi’guk (untuk memerintah negara). Secara umum
Korea telah membuka hubungan dengan negara lain sejak tahun 1870 dengan kelas Yangban
yang memonopoli pemerintahan dengan melakukan rekrutmen para sarjana sebagai
pelaksana pemerintahan. Pasca Perang Dunia ke II, setelah Korea terbagi menjadi
Korea Utara dan Korea Selatan, Korea Selatan di bidang politik menjadikan
otoritarianisme sebagai motif dominan di negara ini. Sebagaimana kita ketahui,
Korea Selatan merupakan wilayah daratan Korea yang diduduki oleh Amerika
Serikat yang membawa ideologi liberalnya, disinilah nilai-nilai liberal seperti
demokrasi mulai memengaruhi Korea Selatan. Pada tahun 1987 kehidupan politik Korea
Selatan mulai bergerak menuju arah demokrasi, dimana pergerakan ini dipimpin
oleh para mahasiswa radikal yang menginginkan terciptanya pemerintahan yang
demokratis.
Pada
dasarnya perubahan pemerintahan dari pemerintahan otoritarian menuju
pemerintahan demokratis bukanlah hal yang mudah untuk dilakuakn. Awal reformasi
ada dalam masa kepemimpinan Roh Tae Wo. Hal ini menunjukkan diakhir abad ke-20
rezim otoriter tidak lagi diterima oleh masyarakat, telah terjadi sebuah
transisi dari sistem otoritarian menuju era demokrasi dimana peran masyarakat
sipil semakin kuat. Inilah yang membuat perpolitikan Korea Selatan menjadi
lebih terbuka dan dinamis dalam mengikuti perkembangan zaman untuk menjawab
tantangan-tantanga yang menyertainya. Oleh karena itu masa kepemimpinan Kim
Young-Sam adalah masa “pasca-demokratik” bagi Korea Selatan. Modernisasi
menjadi kunci utama bagi reformasi dalam bidang politik dan ekonomi Korea.
Namun secara umum Samuel Huntington menyebutkan terdapat lima faktor yang
mendorong Korea Selatan ke arah demokrasi, yaitu semakin tajamnya masalah
legitimasi sistem otoriterian, pertumbuhan ekonomi global tahun 1960-an yang
tidak pernah terjadi sebelumnya, perubahan doktrin dan aktivitas Gereja Katolik
yang ketat, perubahan kebijakan aktor eksternal yang kuat seperti Amerika
Serikat dan Komunitas Eropa, serta efek “bola salju” atau demonstrasi transisi
demokrasi yang pertama terhadap pengikut yang berikutnya (Young-Whan,n.d.:23)
Dinamika
politik dari Korea Selatan yang membuat pemerintahannya menuju arah yang
demokratis membuat Korea Selatan memiliki politik yang terbuka, sehingga
membuat Korea Selatan menjadi lebih aktif dalam melakukan hubungan luar negeri
dengan negara lain. Modernisasi juga mendorong perekonomian Korea Selatan
menjadi liberal sehingga Korea Selatan memiliki perekonomian yang terbuka.
Tidak mengherankan Korea Selatan menjadi salah satu negara yang sangat aktif
dalam perekonomian internasional, bahkan Korea selatan hadir sebagai negara
pengekspor yang cukup besar. Hal ini menunjukkan dinamika ekonomi dan politik
Korea Selatan membawa kebijakan luar negerinya menjadi aktif baik dalam bidang
ekonomi, politik, sosial dan budaya. Bagaimanakah prospek menyatunya
Korea Utara dengan Korea Selatan? Telah kita ketahui, bahwa Korea Utara
dan Korea Selatan memiliki disparitas yang sangat tinggi sejak awal pembagian
dari daratan Korea ini. Korea Utara yang pernah diduduki oleh Uni Soviet
menjadi negara komunis sedangkan Korea Selatan yang pernah diduduki oleh
Amerika Serikat menjadi negara yang demokratis. Perbedaan yang sangat besar
dari ideologi yang digunakan oleh kedua negara ini, membuat kedua negara
menjadi rival, dan sering terjadi gesekan kepentingan antara kedua negara yang
menimbulkan konflik-konflik antara Korea Utara dan Korea Selatan, konflik
bersejarah yang sampai saat ini masih sangat tinggi ketegangan konflik diantara
keduanya, hal inilah yang menjadikan derajat kemungkinan persatuan Korea Utara
dan Korea Selatan hampir mendekati titik minimal.
KESIMPULAN
DAN OPINI
Kesimpulan
dari pembahasan diatas, kesimpulan dari pembahasan diatas konfusianisme yang
telah mengakar kuat di daratan Korea memiliki pengaruh yang sangat besar bagi
dinamika ekonomi dan politik Korea Selatan. Nilai-nilai konfusianisme seperti,
mendorong pertumbuhan ekonomi di Korea Selatan, antara lain kepatuhan seorang
anak dan kesetiaan kepada keluarga, pemahaman dan penerimaan anggapan bahwa
negara merupakan agen moral yang aktif dalam pembangunan masyarakat,
penghormatan atas status dan hierarki, penekanan pada pengembangan diri sendiri
dan pendidikan, serta perhatian terhadap harmoni sosial mendorong modernisasi
dalam perekonomian Korea Selatan. Modernisasi ini membawa Korea Selatan kedalam
keajaiban ekonominya. Untuk bidang politik, secara umum Samuel Huntington menyebutkan
terdapat lima faktor yang mendorong Korea Selatan ke arah demokrasi, yaitu
semakin tajamnya masalah legitimasi sistem otoriterian, pertumbuhan ekonomi
global tahun 1960-an yang tidak pernah terjadi sebelumnya, perubahan doktrin
dan aktivitas Gereja Katolik yang ketat, perubahan kebijakan aktor eksternal
yang kuat seperti Amerika Serikat dan Komunitas Eropa, serta efek “bola salju”
atau demonstrasi transisi demokrasi yang pertama terhadap pengikut yang
berikutnya, hal ini membuat Korea Selatan menjadi negara yang demokratis. Hal
ini menunjukkan dinamika ekonomi dan politik Korea Selatan membawa kebijakan
luar negerinya menjadi aktif baik dalam bidang ekonomi, politik, sosial dan
budaya.
Opini
penulis, sebagaimana yang telah disebutkan diatas, menurut penulis prospek
persatuan Korea Utara dan Korea Selatan memiliki kemungkinan yang sangat kecil,
melihat ideologi yang sangat berbeda yang digunakan oleh kedua negara, dan
melihat konflik-konflik yang terjadi diantara kedua belah pihak yang sudah
terjadi sejak awal pemisahan kedua negara ini hingga saat ini membuat penulis
berpendapat bahwa kedua negara ini bak minyak dan air yang sangat sulit untuk
menyatu.
Referensi:
-Buku
:
Young-Whan,
Kihi.n.d. Peninggalan Kebudayaan Konfusius dan Ekonomi-Politik Korea
Selatan:
Sebuah Penafsiran. Iowa State
University, hal. 1-29
-Internet
:
Hong,
Ling-Ya.n.d. The Historical Influences in Taiwan and South Korean
Economic System
[online]
tersedia dalam :
http://econc10.bu.edu/economic_systems/Country_comparisons/Taiwan_South_Korea
htm