Diplomasi
Diplomasi
suatu kata yang sering kita dengar dan sangat sering dipakai dengan pengertian
suatu perbuatan yang cerdik, untuk meloloskan kepentingan atau tujuan tertentu.
Atau keahlian meyakinkan seseorang dalam bernegosiasi sehingga setiap
permasalahan dapat terselesaikan sementara kepentingan atau tujuan utama tidak
dikorbankan. Apapun arti yang diberikan dalam masyarakat maka arti yang
sebenarnya tentu bukanlah suatu kecerdikan dan kebohongan.
Diplomasi berasal dari bahasa Latin artinya sebuah surat yang berikan kepada utusan kerajaan dengan demikian yang memegang surat tersebut adalah yang berhak berbicara atas nama kerajaan dan diberikan hak-hak istimewa sebagaimana seorang utusan. Wujud surat tersebut berbentuk dua buah kepingan logam yang berbentuk setengah lingkaran yang bagian setengahnya diberi tali pengikat sehingga dua buah surat logam tersebut dapat terlipat dan apabila dibentang berbentuk lingkaran penuh. Surat-surat logam tersebut pada zaman kerajaan Romawi dibuat rangkap dua, yang pertama diberikan kepada negara-negara yang langsung dibwah kekuasaan Romawi atau negara yang mempunyai mitra dan hubungan langsung dengan Romawi, dan yang satunya lagi tersimpan sebagai arsip di Romawi. Sehingga jika ada hubungan kenegaraan Romawi dengan mudah dapat mengetahui rekan yang mana sebagai hunbungan diplomatik dan yang tidak ada hubungan diplomatik. Romawi dalam hal surat-menyurat diplomatik ini telaten dalam menyimpan dan administrasinya.1
Diplomasi berasal dari bahasa Latin artinya sebuah surat yang berikan kepada utusan kerajaan dengan demikian yang memegang surat tersebut adalah yang berhak berbicara atas nama kerajaan dan diberikan hak-hak istimewa sebagaimana seorang utusan. Wujud surat tersebut berbentuk dua buah kepingan logam yang berbentuk setengah lingkaran yang bagian setengahnya diberi tali pengikat sehingga dua buah surat logam tersebut dapat terlipat dan apabila dibentang berbentuk lingkaran penuh. Surat-surat logam tersebut pada zaman kerajaan Romawi dibuat rangkap dua, yang pertama diberikan kepada negara-negara yang langsung dibwah kekuasaan Romawi atau negara yang mempunyai mitra dan hubungan langsung dengan Romawi, dan yang satunya lagi tersimpan sebagai arsip di Romawi. Sehingga jika ada hubungan kenegaraan Romawi dengan mudah dapat mengetahui rekan yang mana sebagai hunbungan diplomatik dan yang tidak ada hubungan diplomatik. Romawi dalam hal surat-menyurat diplomatik ini telaten dalam menyimpan dan administrasinya.1
Menurut
Konvensi Wina yang dikutip oleh David Ziegler 19892 Seorang
Diplomasi adalah sebagai utusan yang mewakili negaranya. Dalam arti tindak
tanduk, perkataan dan perbuatannya serta segala keputusan yang ia ambil adalah
mencerminkan negaranya. Artinya dengan kata lain dia sebagai seorang diplomat
mengerti betul kepentingan negaranya, pemikiran pemimpinnya, dan selalu
berhubungan langsung dengan negara asalnya. Selain itu Diplomat tersebut tidak
saja melayani hubungan negara dan pemerintahan tetapi juga meluas sampai pada
kelompok dan masyarakat tempat Diplomat itu berada atau diutus.
Pada
zaman sekarang dimana pengaruh negara besar sangat menentukan dari diplomasi
yang dijalankan. Dengan berakhirnya perang dingin perngaruh-pengaruh kekuatan
(power) mulai berkurang jika dibanding dengan pengaruh-pengaruh ketika zaman
perang dingin berlangsung.
Dengan
berubahnya situasi global dengan pola yang dulunya bipolar (Perimbangan
Kekuatan) Menjadi satu hegemoni tunggal menyebabkan juga berubahnya Diplomasi
dan Ruang Lingkupnya (Watson, 2005) 3. Seperti sekarang untuk
diplomasi tidak saja dilakukan oleh diplomat disatu negara, tetapi lebih banyak
dengan utusan langsung, penggunaan Media massa, dan Media Informasi yang lebih
luas. Seperti dapat dilihat dengan media masa bahwa kekuasaan Amerika Serikat
dalam melakukan diplomasinya kepada Irak, dengan tekanan di media masa, dan
ancaman penyerangan, peletakan senjata dan pasukan dilokasi yang berbatasan
langsung dengan Irak, untuk menakut-nakuti Irak dan sebagainya. Dalam hegemoni
tunggal pola-pola hubungan diplomasi antar dua negara sedikit berkurang.
Seperti
sekarang untuk diplomasi tidak saja dilakukan oleh diplomat disatu negara,
tetapi lebih banyak dengan utusan langsung, penggunaan Media massa, dan Media
Informasi yang lebih luas. Seperti dapat dilihat dengan media masa bahwa
kekuasaan Amerika Serikat dalam melakukan diplomasinya kepada Irak, dengan
tekanan di media masa, dan ancaman penyerangan, peletakan senjata dan pasukan
dilokasi yang berbatasan langsung dengan Irak, untuk menakut-nakuti Irak dan
sebagainya. Dalam hegemoni tunggal pola-pola hubungan diplomasi antar dua
negara sedikit berkurang. Seperti Amerika Serikat dalam hubungan Diplomatiknya
lebih cendrung mengajak langsung sebagai kualisi, seperti di Afghanistan George
Bush langsung mengatakan “[E]ither you are with us or you with terrorist”
melalui media masa sehingga negara-negara yang tidak mau dituduh mendukung
Teroris dengan segera memihak Amerika Serikat. Amerika serikat tidak perlu
melakukan diplomasi kesetiap negara, cukup mengatakan seperti diatas dalam
pidato kepresidenannya negara-negara lain dengan cepat bereaksi, karena Amerika
serikat mempunya Power yang kuat.
Kebebasan
universal lebih mendominasi dalam pola-pola interaksi menggantikan
dialog-dialog antar negara. Menurut Watson perkembangan Diplomasi sejak lima
puluh tahun terakhir dihitung sebelum perang dingin berakhir, pola-pola
Diplomasi sedikit Westphalia (Teratur menurut hukum seperti perjanjian
Westphalia). Perjanjian yang mengatuh hubungan antar negara ketika masa sebelum
perang dunia pertama, dimana negara-negara tunduk dan patuh pada satu aturan
dan teratur menurut hukum internasional. Hal ini terjadi disebabkan oleh
pengaruh kerajaan Romawi, yang mengatur semua negara dibawah kekuasaannya dan
semua negara yang takluk kepadanya, dipaksa untuk tunduk pada satu aturan.
Sedangkan
pada tahun-tahun setelah berakhirnya Perang Dingin pola-pola kebebasan
universal lebih tampak pola-pola interaksinya, seperti Diplomasi Amerika
Serikat dan Multinasiol dalam invasi militernya ke Irak. Penggunaan kekuatan Force
merupakan jawaban akhir dari Diplomasi, menunjukkan betapa kuat dan angkuhnya
Hegemoni Amerika Serikat dalam berdiiplomasi sehingga penyelesaian dalam bentuk
diplomasi damai tanpa penggunaan persenjataan gagal dilakukan. Usaha-usaha
diplomasi Cina dalam penyelesaian sengketa Amerika Serikat, Multinasional dan
Irak atau Perang Teluk II, dalam rangka usaha penyelesaian sengketa tanpa
penggunaan senjata tidak berhasil dicapai (Ani W. Soetjipto, 1991)4.
Salah
satu cara yang sering dipraktek untuk mengurangi tekanan konflik adalah
Diplomasi (Holsti, K. J. 1968 hal : 236)5 Holsti menambahkan bahwa
negosiasi adalah unsur yang terpenting dalam Diplamasi (Holsti, ibid, hal :
238) 6. Oleh karena itu Ziegler menggambarkan diplomasi adalah
perhitungan untung rugi dari suatu kasus. Ia mengambil contoh perang Jerman
lawan Perancis, dimana jika terjadi perundingan Diplomasi antara Prancis dan
Jerman maka Jerman akan menyatakan seperti : “Jika Prancis ingin mendapatkan
kembali provinsi Allesca dan Lorraine kembali maka harus mengorbankan 1.363.000
tentara muda, kuat dan sehatnya.” Tetapi ternyata Diplomasi itu tidak terjadi
dan Perancis memaksa merebut kembali dua provinsiya, maka terjadilah
pertempuran dengan mengorbankan 1.363.000 tentara Prancis, dan akhirnya Jerman
menyerahkan dua provinsinya kembali ke Prancis. Menurut Ziegler interaksi
semacam itu juga Diplomasi (Ziegler, 1989, hal: 272)7. Artinya ada
tukar menukar informasi dan perhitungan untung ruginya. Termasuk disini adalah
ancaman yang mungkin juga bagian dari Diplomasi. Seperti Deterrence juga
disebut sebagai Diplomasi. Show of Force mungkin juga bagian dari
diplomasi. Ketika program Perang bintang yang dirancang Presiden Ronald
Reagan sebagai anti peluru kendali, adalah bagian yang dapat menggentarkan
lawannya Uni Soviet, adalah bagian yang menjadikan negosiasi Amerika serikat
berhasil dapat juga dikatakan Diplomasi. Dan ternyata teknologi perang bintang
yang digembar-gemborkan Amerika Serikat dulu adalah palsu! Kepalsuan ini hanya
bertujuan menakut-nakuti musuh, adalah bagian dari Diplomasi yang disebut
dengan propaganda.
Propaganda
adalah Instrument Diplomasi yang paling sering digunakan dan penting.
Seolah-olah Diplomasi tidak ada apa-apanya tanpa propaganda. Propaganda adalah
merupakan komunikasi politik yang efektif digunakan yang wujudnya adalah dalam
bentuk promosi atau sosialisasi negara kepada negara lain atau masyarakat lain
(Holsti, K. J., 1968 hal: 247-248)8. Pada dasarnya ternyata hanya
sedikit orang yang mengetahui tentang negaranya atau negara lain. Oleh sebab
itu propaganda sangat dibutuhkan dalam mempromosikan, mengkampanyekan,
mensosialisasikan hal-hal yang dikira perlu untuk diketahui oleh orang banyak
baik terhadap rakyatnya maupun negara lain. Contoh-contoh propaganda adalah
program siaran radio luar negri dan televisi milik pemerintah yang sengaja
disebar keseluruh dunia. Radio VOA milik Amerika Serikat, dan program acara TV
Dunia Kita milik VOA yang tersebar keseluruh dunia, yang program acara Dunia
Kita ini dipromosikan melalui internet facebook yang telah mempunyai penggemar
yang tetap adalah salah satu contoh propaganda yang efektif dan selalu
dipergunakan. Sepertinya Amerika Serikat sangat mementingkan propaganda
negaranya keseluruh dunia.
Propaganda adalah dalam rangka menanamkan pengaruh yang sangat berkaitan dengan Power (Watson, 2005 hal: 41)9 dan juga berkaitan dengan kebijaksanaan luar negri (Holsti, K. J., 1968)
- Roy,
S.L., 1991, Diplomasi, Rajawali Pers, Jakarta. hal: 1-2
- Zigler,
David W., 1989, War, Peace And International Politic, Little
Brown And Company, Boston, USA hal: 277-278.
- Watson,
Adam, 2005, Diplomacy "The Dialogue Between States",
Edisi Revisi 2005, Master-ebook, Routledge, UK.
- Soetjipto,
Ani Widyani, 1991, Global:Jurnal Politik Internasional
"Diplomasi RRC Dalam Perang Teluk II," Jurusan Hubungan
Internasional FISIP-UI dan PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
- Holsti,
K. J., 1967, International Politik "A Framework For
Analysis," Prentice Hall, New Jersey, USA
- Holsti,
ibid., hal : 238.
- Zigler,
op.cit., hal: 272.
- Watson, op.cit., hal: 41.
Daftar Pustaka
- Watson,
Adam, 2005, Diplomacy "The Dialogue Between States",
Edisi Revisi 2005, Master-ebook, Routledge, UK.
- Zigler,
David W., 1989, War, Peace And International Politic, Little Brown
And Company, Boston, USA.
- Holsti,
K. J., 1967, International Politik "A Framework For
Analysis," Prentice Hall, New Jersey, USA.
- Roy,
S.L., 1991, Diplomasi, Rajawali Pers, Jakarta.
- Soetjipto,
Ani Widyani, 1991, Global:Jurnal Politik Internasional "Diplomasi
RRC Dalam Perang Teluk II," Jurusan Hubungan Internasional
FISIP-UI dan PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.