ZAMAN KOLONISASI EROPA DI AMERIKA
Seperti
telah dijelaskan pada Bab I penduduk asli benua Amerika berasal dari Asia
yang menyeberang Selat Bering, selat
yang memisahkan antara benua Asia dan Amerika Kelompok rnigran awal yang datang
dalam waktu yang berbeda-beda tersebut mencari makanan, tempat hidup dan ildim
yang lebih baik untuk menetap. Di tempat baru, mereka membangun pemukiman
sambil mengembangkan kebudayaan baru sesuai dengan lingkungan hidupnya di berbagai
belahan benua Amerika. Di Selatan, mereka menjadt bangsa Aztek di Meksiko,
bangsa Maya di Amerika Tengah dan bangsa Inca di Peru serta mengembangkan
pemerintahan imperium yang dikuasai oleh segolongan aristokrat. Di Amerika
Utara, mereka mengembangkan hidup nomaden, atau berpindah-pindah sambil berburu
binatang, mengumpulkan makanan dan menggunakan alat-alat dari batu. Pertemuan
langsung antara bangsa Eropa dengan penduduk asli Amerika tersebut terjadi ketika
sekelompok penjelajah Norwegia (Norsemen) yang telah mencapai Greenland
mendarat di Vinland, Amerika Utara pada awal abad ke-11. Penjelajan yang
dipimpxn oleh Lcif Ericson (Eric's son, Leif, anak laki-laki Eric bernama Leif)
tidak memiliki dampak bagi masyarakat Eropa terutama penjelajah untuk
memanfaatkan peingalamannya dalam petualangan di Amerika.
Demikian
juga dengan penduduk Indian, tidak memperoleh pengaruh apapun dari penjelajahan
tersebut. Namun demikian, setelah penjelajahan Eric tersebut penjelajah Eropa
menyusulnya dengan menemukan beberapa kawasan baru di Amerika. Pada tanggal 12
Oktober 1492 salah seorang anggota penjelajah dari Spanyol yang dipimpin oleh
Christopher Columbus, navigator Italia, melihat sebuah pulau di kawasan Amerika
yang kemudian dikenal dengan San Salvador. Setelah mendarat sebentar, Columbus bcrtemu
dengan sekelompok penduduk asli yang kemudian dikenalnya dengan Indian. Sebutan
tersebut didasarkan atas keyakman bahwa San Salvador adalah East Indies (Indian
Timur) sebagai daerah yang dijadikan tujuan penjelajahannya. Sebutan Indian
terhadap semua penduduk Amerika tersebut menyebar ke seluruh Eropa Barat
sehingga semua penjelajah Eropa menyebut semua penduduk asli Amerika itu
sebagai orang-orang Indian. Setelah kedatangan Columbus tersebut, ribuan
penjelajah Eropa menyusulnya dan mendarat serta bermukim di berbagai kawasan
Amerika yang disebutnya sebagai New World atau dunia (daerah) baru, sebagai
sebutan yang sangat Eropa sentris. Bagi penduduk asli Amerika daerah tersebut
tidak baru lagi sebab mereka sudah bermukim di kawasan tersebut selama ribuan
tahun.
Timbulnya
penjelajahan orang-orang Eropa ke Amerika tidak bisa dilepaskan dari perkembangan
sejarah Eropa. Antara abad ke 11 sampai 13 penduduk Eropa yang beragama Kristen
secara periodik mengunjungi daerah Laut Tengah untuk menemukan kembali kota
suci dari penguasa Muslim. Penjelajahan yang terjadi dalam konteks Perang Salib
tersebut berpengaruh terhadap diperkenalkannya rempah-rempah dari Timur yang
didatangkan oleh para pedagang Islam ke Eropa. Pasca Perang salib,
rempah-rempah merupakan komoditi yang sangat berharga dan dapat mendatangkan
keuntungan finansial yang berlipat ganda bagi mereka yang memperdagangkannya.
Oleh karena itu, orang-orang Eropa, terutama Portugis, Spanyol, Belanda dan
Inggeris berusaha mencari jalan alternatif ke daerah sumber penghasil rempah-rempah
tersebut. Setelah adanya dominasi perdagangan oleh orang-orang Italia di laut
Tengah dan setelah jatuhnya Konstantinopel, ibukota Romawi Timur ke tangan
Turki Usmania yang beragama Islam tahun 1453, usaha mencari rempah-rempah dan
penjelajahan dunia semakin intensif. Demikian juga dengan adanya renaissance di
Italia abad ke-15 yang dipelopori oleh para intelektual berusaha mempertanyakan
kembali hakekat penjelajahan dalam aspek invention, discovery dan dunia baru
bagi keunggulan individu dan keunggulan umat manusia.
Penjelajahan Bangsa Portugis
Eksplorasi
yang sistematis terhadap "dunia baru" Amerika dilakukan oleh bangsa Portugis
yang dipimpin oleh Pangerah Henry atau Prince Henry (1394-1460). Henry
berambisi untuk mengembangkan kejayaan Portugal dan oleh karena itu mendorong
setiap penjelajah Portugal untuk melakukan penjelajahan dan menemukan rute baru
ke kawastin yang kaya akan rempah-rempah, emas dan perak. Melalui kepeloporan
Henry, bangsa Portugis memperoleh emas dari Afrika dan menjadikan jalur
Portugal dan pantai Afiika Barat sebagai jalur perdagangan mereka. Sejak tahun
1500 bangsa-bangsa Eropa lainnya memperoleh emas dari Lisabon sebagai pusat perdagangan
emas di Eropa.
Pada tahun
1487 Bartholomew Diaz mencapai ujung selatan Afrika Selatan. Setelah mencapai
Tanjung Harapan, Diaz kembali ke Portugal. Penjelajahan ini kemudian diteruskan
oleh seorang marinir Portugal bernama Vasco da Gam a Dalam ekspedisi ketlua
(1497-1499), Vasco da Gama mencapai pelabuhan-pelabuhan India, dan sekembalinya
ke Lisabon dia membawa barang-barang yang sangat berharga di pasaran Eropa.
Melihat banyaknya barangbarang dagangan yang dibawa Diaz, raja Spanyol, Manuel
(1495-1521) mengirimkan 13 kapal baru ke India dibawah pimpinan Pedro AJvares
Cabral. Tujuannya adalah mendirikan pangkalan dagang di pelabuhan-pelabuhan
India. Pelabuhan-pelabuhan penting yang dikuasai bangsa Portugis akhirnya
diserahkan pada kekuasaan tahta Portugal. Misalnya pelabuhan-pelabuhan di Brazil,
Amerika Selatan, yang telah dikuasai para pedagang Portugis diserahkan kepada
tahta Spanyol. Demikian juga dengan pelabuhan-pelabuhan dagang di Afrika,
Jazirah Arab dan India diakui sebagai milik tahta Portugal. Ekspedisi Pedro
Alvares Cabral ke Brazil pada tanggal 22 April 1500 merintis kekuasaan bangsa
Portugis atas wilayah Amerika Selatan.
Para
penguasa dan pedagang lokal di daerah yang didatanginya dan yang tidal: mau tunduk
pada Portugal diserang dan ditaklukkannya. Kota-kota pelabuhan India, seperti
Calicut dan Goa dan pelabuhan Ormuz di Iran diserangnya. Dibawah gubernur
Portugal di India, Alfonso cTAlbuquerque (menjabat antara 1509-1515), kota-kota
tersebut diserahkan kepada tahta Portugal. Demikian juga dengan pelabuhan-pelabuhan
lainnya yang semula dikuasai para pedagang Islam dari Arab, India, Melayu,
Maluku dan Malaka ditaklukkannya.
Pelabuhan
Malaka yang sangat raniai dan strategis di Selat Malaka direbutnya tahun 1511,
demikian juga dengan pelabuhan-pelabuhan Maluku, sebagai pusat
penghasil rempah-rempah,
dikuasainya. Dengan penguasaan langsung-daerah-daerah yang ditaklukkannya maka
negara Portugal mulai merintis politik imperialisme, yaitu politik untuk menjadikan
daerah yang ditaklukkannya sebagai bagian dari imperium seberang lautan
Portugal, dan dikuasai langsung oleh pemerintah pusat di ibukota Lisabon,
Portugal. Portugal merupakan negara pertama sejak jaman penjelajahan yang
menguasai daerah imperium seberang lautan. Melalui politik imperialisme, Portugal
memaksa bangsa-bangsa yang dikuasainya untuk tunduk pada aturan politik dan ekonomi
yang dibuatnya. Dengan deniikian para pedagang yang berada di bawah kekuasaan bangsa
Portugis harus menyerahkan barang hasil produksinya dengan harga yang
ditentukan oleh mereka.
Penjelajahan Bangsa Spanyol.
Pelayaran
Christopher Columbus (1451-1506) tahun 1492 dapat ditempatkan dalam konteks penjelajahan bangsa Eropa ke benua
"baru" Amerika. Columbus yakin bahwa dia dapat menemukan rule
terpendek ke arah timur dengan cara berlayar ke arah barat menyeberangi Atlantik.
Dia menyangka San Salvador adalah India, negeri yang kaya akan bahan rempah
rempah. Antara tahun 1492-1502 Columbus melakukan empat kali pelayaran ke
Amerika dan menemukan kepulauan Caribia. Sampai dia mati, pulau-pulau yang
didarataninya seperti Haiti, Dominica, Puerto Rico, Jamaica, Cuba dan Honduras
masih diyakininya sebagai India. Melalui rintisannya bangsa Spanyol memperoleh
pengetahuan mengenai benua baru Amerika yang kemudian dijadikan sebagai wilayah
koloni Spanyol. Raja Spanyol Ferdinand dan Ratu Isabela akhirnya mensponsori
penjelajahan berikutnya ke Amerika untuk menghadapi dominasi bangsa Portugis
yang telah melakukan penjelajahan dunia. Tindakan raja Spanyol itu menimbulkan
protes Spanyol yang menganggapnya telah mengancam kepentingan Portugal di
Amerika. Paus Alexander VI menengahi pertentangan tersebut dengan cara menarik
garis demarkasi antara Spanyol dan Portugal tahun 1493. Dalam tahun 1494 kedua
negara sepakat dalam Perjanjian Tordesilas bahwa Portugal akan menguasai Brazil
dan sisa benua Amerika oleh Spanyol. Tentu saja perjanian tersebut tidak
berlaku bagi negara-negara lain yang juga berambisi menguasai Amerika.
Niat untuk
mencan jalur pelayaran ke Asia terus dilakukan oleh bangsa Spanyol. Penguasa
Spanyol, Charles V, menugaskan Ferdinad Magellan (1480-1521) untuk menemukan jalur
langsung ke kepulauan Maluku sebagai pusat penghasil rempah-rempah. Magellan
berlayar ke arah barat-daya melintasi Samudera Atlantik, dan sampai ke ujung
selatan benua Amerika. Dari sana dia menyeberang ke Samudera Pacifik menuju arah
Barat dan sampai di kepulauan Filipina tahun 1521 (pemberian nama kepulauan
Philipina dilakukan tahun 1560 setelah kepulauan tersebut berada di bawah
imperialisme Spanyol atas 'nama raja Philip II). Di kepulauan tersebut Magellan
terbunuh. Namun deniikian pelayaran terus dilakukan oleh anak buahnya hingga
tiba kembali di Spanyol thun 1522. Pelayaran Magellan berpengaruh besar bagi dunia
ilmu pengetahuan dan membuktikan teori Columbus bahwa dunia ini bulat.
Pelayaran ini juga memberi keterangan yang berharga bahwa Samudera Pasifik
demikian luas dan bumi ini lebih besar dibandingkan dengan yang selama itu
dipercayai orang.
Penjelajahan
bangsa Spanyol ke benua Amerika diikuti dengan penaklukan dan kolonisasi.
Hernando Cortez (1485-1547) berhasil mencapai Meksiko dan menaklukkan kerajaan
Aztec yang dikuasai kaisar Montezuma. Sisa-sisa peradaban Aztec dihancurkannya dengan
kejam. Demikian juga dengan kerajaan Inca di Peru dihancurkan oleh bangsa
Spanyol yang dirintis oleh penjelajahan Francisco Pizarro (1470-1541).
Daerah-daerah baru di Amerika Latin dikuasainya dan dijadikan sebagai bagian
dari imperium Spanyol. Penaklukkan itu disusul dengan migrasi penduduk Spanyol
ke daerah yang ditaklukkannya. Pada abad ke 16 di Amerika Selatan telah
terdapat 200.000 penduduk Spanyol.yang melakukan kolonisasi.
Peta Penjelajahan Bangsa Eropa di Amerika:
1) Penjelajahan bangsa Perancis,
Belanda.
Penjelajahan
bangsa Perancis ke Amerika dimulai oleh Giovanni da Verazzuno (1524) yang
menjelajah pantai Atlantik dan mencari sungai yang bisa dilayari ke arah
daratan Sepuluh tahun kemudian, Jacques Cartier mengeksplorasi Newfoundland dan
menjelajah Sungai St. Lawrence yang diangapnya sebagai jalan lintas menuju daratan
China. Dalam tahun 1608 Samuel de Champlain melakukan sebelas kali eksplorasi
ke Amenka Utara dan menemukan Quebec. Daerah yang sekarang menjadi wilayah
Kanada tersebut dihuni oleh orang-orang keturunan Perancis. Bangsa Belanda menyusul bangsa Portugis dan
Spanyol melakukan penjelajahan dunia termasuk ke Amenka. Para penjelajah
Belanda sudah banyak yang mendarat di kepulauan Indonesia sejak tahun 1600-an,
terutama setelah tibanya kapal Cornelis de Houtman di Banten tahun 1596. Pada
tahun 1602 para penjelajan dan pedagang Belanda telah mendirikan perserikatan
dagang Belanda di Indonesia dengan nama VOC. Organisasi dagang tersebut merupakan
alat untuk melaksanakan kolonialisme Belanda di Indonesia dan Sri Lanka.
Kolonisasi
Belanda di Amerika dimulai sejak didirikannya West India Company di Pulau Manhattan
tahun 1624 sebagai pangkalan dagang kulit binatang di kawasan Amerika. Pada
tahun 1650 organisasi dagang Belanda di Amerika Selatan berhasil merebut beberapa
pangkalan dagang Spanyol dan Portugal sehingga akhirnya organisasi itu mampu mengontrol
jaringan dagang antara Amerika dan Eropa. Belanda juga mendirikan koloni di New
Netherland. Namun demikian koloni tersebut tidak berkembang, bahkan tahun 1664
koloni tersebut direbut oleh Inggris dan diganti dengan nama New York. Belanda
lebih tertarik terhadap koloninya di Asia, Indonesia.
Latar belakang kolonisasi bangsa Inggris di
Amerika.
Dimulai
dengan penjelajahan John Cabot (pedagang Genoa yang tinggal di London), yang berniat
berlayar ke Brazil tetapi mendarat di Canada (Newfoundland) tahun 1497,
penjelajan Inggris berusaha menemukan "daerah baru", seperti penjelajah
Drake (1577-1580) yang berhasil mengelilingi dunia, Gilber, dan Releigh
menjelajah daratan Amerika Utara. Kebijaksanan politik Inggris dalam melakukan
kolonisasi di Amerika Utara sejak abad ke-16 berkaitan dengan situasi politik
di dalam negeri. Walaupun klaim Inggris terhadap Amerika Utara berlangsung
sejak penjelajahan John Cabot (1497), klaim tersebut tidak diikuti dengan
tindakan nyata. Pada akhir abad ke-16 Monarki Tudor telah mengubah kerajaan
Inggris sebagai kekuatan utama di Eropa yang siap bersaing dengan negara-negara
lainnya dalam melakukan eksploitasi benua baru. Setelah keluar dari krisis monarki
abad ke-15 yang dikenal dengan "Wars of Roses" atau perang-perang
bunga ros dalam tubuh keluarga monarki, Inggris memasiki abad ke-16 memperoleh
pemerintahan yang kuat di dalam negeri. Tampilnya keluarga Tudor yang dipirnpin
oleh Henry VII (1485-1509) dan Henry VIII (1509-1547) ditandai dengan upaya
mempersatukan semua keluarga monarki yang bertikai dan menyatukan kesetiaan semua
warga negara terhadap tahta kerajaan. Pada masa pemerintahannya, Henry VIII
telah dapat memperoleh kekuasaannya atas semua keluarga kerajaan, kecuali atas
kekuasaan Paus di Roma. Ketika istri pertama Henry, Catherine of Aragon tidak
melahirkan anak laki-laki sebagai putra mahkota, Henry meminta Paus di Roma
untuk membatalkan perkawinannya. Ketika Paus menolak, Henry menentang Paus dan
meminta Parlemen Inggeris untuk memutuskan hubungan dengan Gereja Katholik di
Roma. Akhirnya Parlemen pada tahun 1534 sepakat untuk menghasUkan undang-undang
yang mengesahkan terbentuknya sistem gereja Inggeris yang berada di bawah
kekuasaan Raja Inggris. Dengan undang-undang tersebut, Henry, sebagai raja Inggris
memiliki kewenangan atas pajak yang dipungut oleh gereja serta tanah yang dikuasainya.
Peristiwa tersebut merupakan saluran bagi terbentuknya reformasi gereja dan
protestanisme di Inggris.
Setelah
memperoleh kekuatan politik di dalam negeri, Henry berusaha meningkatkan kekuatan
ekonomi dalam negeri melalui perdagangan luar negeri. Sistem pemagaran tanah
atau enclosure telah mampu meningkatkan produktifitas pertanian dan peternakan
sehingga mampu meningkatkan ekonomi Inggris melalui ekspor wool dan hasil pertanian.
Sistem tersebut juga telah menguntungkan golongan tuan tanah dan para pedagang
Namun demikian, akibat dari sistem tersebut telah banyak petard yang kehilangan
lahan garapannya dan meningkarnya urbanisasi. Antara tahun 1560-1625 penduduk
Inggeris telah meningkat tiga kali lipat sehingga menimbulkan kesan pada
pemerintah dan warga Inggris bahwa kota-kota besar mereka telah berpenduduk
terlalu banyak (overpopulated). Untuk mengatasinya, pemerintah Inggeris
berusaha mencari daerah koloni baru sebagai tempat tinggal warganya. Amerika
sebagai benua baru merupakan pilihan utama untuk tujuan itu. Kaum migran yang dikirim
Inggeris diharapkan akan mampu meningkatkan produktifitasnya untuk kepentingan
ekonomi kerajaan Inggris, seperti halnya telah dilakukan oleh bangsa Spanyol di
New Spain, Amerika.
Dalam merealisasikan
tujuan itu, Inggris harus bersaing dengan Spanyol. Setelah mendapat laporan
dari Richard Hakluyt, seorang pendukung kolonisasi Inggris di Amerika yang menyatakan
bahwa Spanyol merupakan ancaman utama bagi kepentingan kolonisasi Inggeris di benua
baru tersebut, Inggris mulai meninjau hubungan persahabatannya dengan Spanyol.
Pada masa pemerintahan Elizabeth I (1558-1603) hubungan Inggris dan Spanyol
putus yang disebabkan oleh putusnya hubungan gereja Inggris dengan Roma dan
dukungan Inggris terhadap gereja Protestan Belanda dalam melawan gereja
Katholik Spanyol.
Pada tahun
1560-an, John Hawkins merebut sejumlah pangkalan dagang Spanyol di kepulauan
Caribia dan menjual budak-budak Afrika terhadap pengusaha perkebunan di kawasan
itu. Saudara sepupu Hawkins, Francis Drake juga merebut West Indies Spanyol
tahun 1570-an. Antara tahun 1577-1580, Drake merebut kapal Spanyol yang bermuatan
emas di kawasan Pasifik dan mendirikan Calofonu'a. Sedangkan perusahaan Cathay
membiayai perjalanan Martin Frobister (1576-1578) untuk mengeksplorasi daerah
Kanada. Keberhasilan para penjelajah Inggris di Amerika terhadap kedudukan
Spanyol tersebut mendorong Inggris untuk mengintensifkan kolonisasinya atas
Amerika Utara. Atas dukungan pemerintah Inggris, Sir Humprey Gilbert
(1539-1583) berhasil mendaratkan 200 pemukim potensial di Newfoundland tahun
1583 dan diteruskan oleh sudara tirinya, Sir Walter Raleigh (1552-1618) yang
mendirikan koloni Virginia atas penghargaan terhadap ratu Elizabet I yang masih
virgin atau perawan. Sedangkan upaya untuk mendirikan koloni di Pulau Roanoke
gagal setelah tahun 1590 diketahui bahwa semua pemukim di sana telah musnah
yang sampai sekarang tidak diketahui penyebabnya. Kegagalan dalam mendirikan beberapa koloni di
Amerika Utara dijadikan bahan pelajaran oleh Ratu Elizabeth I. Pertama,
keberhasilan kolonisasi tergantung pada sumber pertanian agar para pemukim
tidak tergantung pada orang-orang Indian. Kedua; kaum kolonis harus memelihara
hubungan langsung dengan negeri induk, Inggris. Ketiga, perkembangan koloni
tergantung pada dukungan finansial melalui perusahaan pasar modal yang dikelola
secara profesional. Upaya terakhir tersebut baru terwujud pada awal abad ke-17.
Migrasi kaum Puritan ke Amerika.
Migrasi
sekelompok penganut agama dari Inggris ke benua Amerika berkaitan dengan konflik
dalam kehidupan agama di Inggris. Perpecahan hubungan antara gereja di Inggris dengan
Gereja Katholik Roma pada masa Henry Vin (1509-1547) telah mengubah tatanan keagamaan
di Inggris yang disusul dengan perubahan-perubahan kebijaksanaan yang dilakukan
oleh raja-raja seterusnya. Raja Edward VI (1547-1558) mencoba menerapkan
Protestanisme dalam kehidupan agama. Sedangkan anak Henry yang bernama Mary (1553-1558)
mencoba mengembalikan kehidupan agama Katholik di bawah pengaruh Paus di Roma.
Sedangkan Elizabeth I (1558-1603) mencoba mencari jalan tengah antara ajaran
Katholik dengan Protestan. Sikap Elizabeth ini sama dengan Henry VIII yang
menempatkan Raja Inggris sebagai pemimpin Gereja Inggris tetapi masih mengakui
beberapa prinsip ajaran Katholik, kecuali kepemimpinan Paus di Roma. Selama
pemerintahan Mary, banyak penganut Protestan meninggalkan Inggris menuju
daratan Eropa untuk menghindari penyiksaan. Ketika Elizabeth naik tahta tahun
1553, mereka kembali ke Inggris dan menuntut agar sikap kompromi Ratu Elizabeth
terhadap tradisi Katholik yang masih dianutnya dihapuskan. Kelompok penganut
Protestan "radikal" yang kemudian dikenal dengan Puritan tersebut
menginginakan adanya reformasi dan pembersihan gereja Inggris dari pengaruh
Katholik Puritan sebagai aliran agama mendapat dukungan yang luas dari berbagai
kalangan mulai dari orang-orang Inggris yang tidak puas dengan keadaan sosial
saat itu seperti pengangguran, perampasan tanah akibat esclosure, serta para
pedagang dan kaum aristokrat yang mengalami kesulitan ekonomi akibat imflasi.
Dalam menjalankan kehidupan agamanya, mereka menghendaki pentingnya memelihara
ketertiban dalam beragama dan kehidupan sosial. Para penganutnya percaya bahwa
Puritan bukan hanya mampu menjelaskan pengalaman-pengalaman religius
penganutnya melainkan juga bisa dijadikan alat untuk memecahkan masalah-masalah
sosial. Karena rasa tidak puas dengan kondisi di Inggris tersebut sebagian
penganut Puritan memilih berimigrasi ke benua baru Amerika, terutama New England.
Dengan demikian, migrasi orang-orang Inggris ke Amerika bukan hanya disebabkan
karena daya tank Amerika melainkan juga rasa tidak puas warganya terhadap
situasi di Inggris.
Para
pembangkang Protestan yang tidak setuju dengan Gereja Anglikan di Inggris sebenarnya
terbelah menjadi dua kelompok, yaitu Separatist dan Puritan (non separatis). Walaupun
kedua aliran tersebut sepakat mengenai aspek-aspek penting dalam kehidupan
agama, keduanya memiliki perbedaan pandangan mengenai kedudukan gereja. Aliran
Puritan, yang lebih moderat dan memiliki jumlah pengikut lebih banyak, percaya
bahwa Gereja Inggris merupakan gereja yang "benar" walaupun masih
perlu direformasi. Menurut para pendukungnya, adalah penting bagi seorang
Kristen untuk tetap menjalin hubungan dan beribadah di gereja Inggris (Anglikan)
untuk meningkatkan upaya reformasi mereka. Sedangkan menurut penganut Separatis,
beribadah di gereja Anglikan merupakan perbuatan dosa, karena itu penganutnya hanya
boleh beribadah di gerejanya. Dalam kehidupan religi, pengaruh Puritan nampak
lebih besar pada kehidupan agama dan politik di New England.
Awal Kolonisasi Amerika Utara.
Kolonisasi
awal Amerika Utara oleh Inggeris mulai lebih intensif sejak pemerintah dipegang
oleh Raja James I (1603-1625) yang berasal dari keluarga Stuart. Untuk
mempermudah kaum kolonis memperoleh wilayah di Amerika Utara, Raja James I
mendekati kembali Spanyol dan mengadakan perjanjian damai tahun 1604. Setelah
perjanjian tersebut, Inggris mulai menata kembali rencananya mengenai
kolonisasi atas Virginia. Didorong oleh kepentingan ekonomi, dua kelompok
pedagang yaitu Virginia Company dan Virginia Company of Plymouth meminta raja
Inggris untuk mendirikan perusahaan pasar modal untuk membiayai kolonisasi
Amerika Utara. Setelah itu berbondong-bondong kaum migran dari Inggeris
mendatangi benua baru tersebut. Namun demikian, karena ganasnya alam Virginia
dan tidak cocoknya iklim di sana menyebabkan ribuan kaum migran mati. Dalam
tahun 1622 tercatat 6000 migran mati dari 8000 yang sudah bermukim di sana.
Kematian tersebut ternyata tidak menyurutkan kaum pionir, kaum imigran pekerja
keras, untuk terus mencari sumber daya alam bagi keuntungan komersial. Percobaan
John Rolfe di bidang tanaman tembakan tahun 1622 ternyata membuahkan hasil. Setelah
dikembangkan bertahun-tahun, akhirnya Virginia menjadi daerah koloni yang
sangat subur bagi produksi tembakau dan mampu meningkat ekonomi koloni
tersebut. Model kolonisasi awal Amerika Utara, selain atas sponsor pemerintah
Inggris juga dilakukan oleh perusahaan-perusahaan dagang yang mencari komoditi
ekspor. Virginia dan Massachussetts merupakan contoh dari dua daerah koloni
yang dikembagkan oleh perusahaan-perusahaan swasta yang juga mendapat sponsor
dari Raja Inggris. Para migran kaya yang juga pengusaha berani mengeluarkan
biaya dalam jumlah besar untuk mengongkosi para pekerja dari Inggris. Mereka mendirikan
pusat-pusat pemukiman kaum migram yang kemudian menjadi daerah-daerah koloni yang
memiliki model pemerintahan sendiri.
Pusat-pusat
pemukiman seperti New Hampshire, Maine, Maryland, Carolina, New Jersey dan
Pensylvania, adalah kepunyaan para pengusaha yang berasal dari kalangan
bangsawan kaya yang menyewa tanah tersebut dari raja Inggris dengan bayaran
yang sangat rendah atau hanya bersifat lambang saja. Misalnya Lord Baltimore hanya
memberikan dua buah anak panah kepada raja setiap tahunnya dan william Penn
hanya memberikan dua lembar kulit binatang. Dengan karakteristik daerah koloni
dan asal usul yang berbeda-beda namun memiliki persamaan dalam hal dibangun
oleh kaum imigran para pertengahan abad ke-17 telah terbentuk tiga belas daerah
koloni di Amerika Utara, yaitu New Hampshire, Massachusetts, Rhode Island, Connecticut,
Delaware, New York, New Jersey, Pennsilvania, Maryland, Virginia, North Carolina,
South Carolina dan Georgia. Ketiga belas daerah koloni tersebut menjadi cikal
bakal terbentuknya Amerika Serikat tahun 1776 setelah meletusnya revolusi yang
digerakkan olehkaum kolonis.
Berbagai
motivasi orang-orang Eropa bermigrasi ke benua baru Amerika pada abad ke16. Motivasi
agama, seperti yang dijelaskan di atas merupakan faktor penting. Selain dari
Inggris, banyak juga orang-orang Jerman dan Irlandia bermigrasi ke Pennsylvania
dan North Carolina berusaha mencari kebebasan agama. Demikian juga dengan
faktor politik. Banyak orang-orang dekat kerajaan dari kalangan aristokrat yang
tidak setuju dengan kesewenangwenangan Raja Charles I tahun 1640-an meninggalkan
Inggris menuju Virginia. Faktor ekonomi bekaitan dengan banyaknya kaum imigran
yang berlatarbelakang ekonomi tidak mampu di Inggris dan belahan Eropa lainnya
berusaha mencari kehidupan yang lebih baik di Amerika. Bagi mereka yang tidak
mampu membayar biaya perjalanannya akan ditangngung oleh perusahan yang kelak
akan mempekerjakan mereka di negeri baru. Sebagian di antara mereka juga adalah
tawanan di Inggeris dan kelak menjadi pelayan kontrak di Amerika. Imigran setengah
budak Eropa tersebut menjadi pemukim koloni-koloni Amerika setelah mereka dibebaskan
oleh majikannya menyusul selesainya masa kontrak mereka. Ketiga belas daerah koloni baru di Amerika
tersebut didirikan oleh kaum kolonis dalam jumlah kecil pada awal abad ke-17.
Koloni Virginia pertama kali dihuni oleh seratus kolonis tahun 1607 yang
kemudian berkembang menjadi pusat penghasiian tembakau yang sangat baik kualitashya.
Sedangkan Maryland pertama kali didirikan oleh seorang pioner benama George Calvert.
Calvert sebagai seorang penganut katholik Roma mengembangkan koloni ini sebagai
pusat penghasil tembakau, gandum dan jagung. Walaupun pendirinya beragama
katholik para pemukim di koloni ini sebagian besar berasal dari kalangan Protestan
Undang-undang Tolerasi Agama yang dikeluarkan tahun 1649 menjamin tolerasi
kehidupan agama di Maryland. Pada tahun 1660 Maryland dan Virginia berkembang
menjadi koloni-koloni yang memiliki persaman di bidang agraria (penghasil
tembakau), politik dan pemerintahan sendiri. Karena kebutuhan akan tenaga kerja
di bidang industri tembakau. kedua koloni tersebut menerapkan system perbudakan
terhadap penduduk kulit hitam dari Afrika.
New England pertama kali dihuni secara permanen sebagai sebuah koloni
oleh sekelompok "pejiarah" atau the Pilgrims tahun 1620. Kaum pejiarah
ini merupakan kelompok Separatis yang pemah mengungsi ke Belanda tahun 1607
untuk menghindari tuntutan penguasa Inggris. Walaupun memperoleh kebebasan di
bidang agama di Belanda, kelompok ini menderita secara ekonomi. Kbndisi ini
dimanfaatkan oleh London Company untuk mengangkut mereka dengan kapal Mayflower
ke New England dan diperkerjakan di perusahaan tersebut. Kelompok ini bermukim
di Plymouth Coloni yang tidak berkembang dengan baik.
Akhirnya koloni
ini digabuingkan dengan Massacussett Bay tahun 1691 yang berkembang lebih
cepat. Pada tahun 1643, koloni-koloni yang berada di wilayah New England
seperti Massachusetts Bay, Connecticut, Plymouth dan New Haven membentuk
konfederasi untuk menghadapi klaim Belanda dan menciptakan kebijaksanaan bersama
menghadapi orang-orang Indian. Koloni-koloni tersebut tidak akan lagi
menggantungkan bantuan dari Inggris yang pada saat itu sedng dilanda perang
sipil. Mereka ingin menunjukkan independensinya dari negeri induk mereka,
Inggris. Namun demikian, antara tahun 1660-1700, Inggris masih terus berusapa
memperluas daerah koloninya dengan cara memaksakan dan mempengaruhi penguasa di
daerah koloni tersebut. Koloni-koloni tersebut tetap menjadi bagian dari
imperium Inggris.
Dengan
banyaknya kelompok imigran dari berbagai negara seperti Inggeris, Jerman, Belanda
Irlandia, Skotlandia, Swiss, Perancis dan lain-lain maka sejak tahun 1680
koloni Amerika telah menjadi pusat percampuran kebudayaan dari berbagai negara.
Dari jumlah seperempat juta penduduk berbagai ras dan etnik tahun 1690 telah
meningkat menjadi 25 juta tahun 1775. Namun demikian karena jumlah orang
Inggeris mencapai sembilan puluh persen dari jumlah kelompok migran maka
kebudayan Inggris tetap dominan di ketigabelas daerah koloni tersebut.
Kebudayan Inggris yang berkembang di sana tentu saja telah menyesuaikan diri dengan
lingkungan baru Amerika yang juga dipengaruhi oleh kebudayaan golongan migran
yang dibawa dari Eropa.