Background

ZAMAN KOLONISASI EROPA DI AMERIKA

Seperti telah dijelaskan pada Bab I penduduk asli benua Amerika berasal dari Asia yang  menyeberang Selat Bering, selat yang memisahkan antara benua Asia dan Amerika Kelompok rnigran awal yang datang dalam waktu yang berbeda-beda tersebut mencari makanan, tempat hidup dan ildim yang lebih baik untuk menetap. Di tempat baru, mereka membangun pemukiman sambil mengembangkan kebudayaan baru sesuai dengan lingkungan hidupnya di berbagai belahan benua Amerika. Di Selatan, mereka menjadt bangsa Aztek di Meksiko, bangsa Maya di Amerika Tengah dan bangsa Inca di Peru serta mengembangkan pemerintahan imperium yang dikuasai oleh segolongan aristokrat. Di Amerika Utara, mereka mengembangkan hidup nomaden, atau berpindah-pindah sambil berburu binatang, mengumpulkan makanan dan menggunakan alat-alat dari batu. Pertemuan langsung antara bangsa Eropa dengan penduduk asli Amerika tersebut terjadi ketika sekelompok penjelajah Norwegia (Norsemen) yang telah mencapai Greenland mendarat di Vinland, Amerika Utara pada awal abad ke-11. Penjelajan yang dipimpxn oleh Lcif Ericson (Eric's son, Leif, anak laki-laki Eric bernama Leif) tidak memiliki dampak bagi masyarakat Eropa terutama penjelajah untuk memanfaatkan peingalamannya dalam petualangan di Amerika.
Demikian juga dengan penduduk Indian, tidak memperoleh pengaruh apapun dari penjelajahan tersebut. Namun demikian, setelah penjelajahan Eric tersebut penjelajah Eropa menyusulnya dengan menemukan beberapa kawasan baru di Amerika. Pada tanggal 12 Oktober 1492 salah seorang anggota penjelajah dari Spanyol yang dipimpin oleh Christopher Columbus, navigator Italia, melihat sebuah pulau di kawasan Amerika yang kemudian dikenal dengan San Salvador. Setelah mendarat sebentar, Columbus bcrtemu dengan sekelompok penduduk asli yang kemudian dikenalnya dengan Indian. Sebutan tersebut didasarkan atas keyakman bahwa San Salvador adalah East Indies (Indian Timur) sebagai daerah yang dijadikan tujuan penjelajahannya. Sebutan Indian terhadap semua penduduk Amerika tersebut menyebar ke seluruh Eropa Barat sehingga semua penjelajah Eropa menyebut semua penduduk asli Amerika itu sebagai orang-orang Indian. Setelah kedatangan Columbus tersebut, ribuan penjelajah Eropa menyusulnya dan mendarat serta bermukim di berbagai kawasan Amerika yang disebutnya sebagai New World atau dunia (daerah) baru, sebagai sebutan yang sangat Eropa sentris. Bagi penduduk asli Amerika daerah tersebut tidak baru lagi sebab mereka sudah bermukim di kawasan tersebut selama ribuan tahun.
Timbulnya penjelajahan orang-orang Eropa ke Amerika tidak bisa dilepaskan dari perkembangan sejarah Eropa. Antara abad ke 11 sampai 13 penduduk Eropa yang beragama Kristen secara periodik mengunjungi daerah Laut Tengah untuk menemukan kembali kota suci dari penguasa Muslim. Penjelajahan yang terjadi dalam konteks Perang Salib tersebut berpengaruh terhadap diperkenalkannya rempah-rempah dari Timur yang didatangkan oleh para pedagang Islam ke Eropa. Pasca Perang salib, rempah-rempah merupakan komoditi yang sangat berharga dan dapat mendatangkan keuntungan finansial yang berlipat ganda bagi mereka yang memperdagangkannya. Oleh karena itu, orang-orang Eropa, terutama Portugis, Spanyol, Belanda dan Inggeris berusaha mencari jalan alternatif ke daerah sumber penghasil rempah-rempah tersebut. Setelah adanya dominasi perdagangan oleh orang-orang Italia di laut Tengah dan setelah jatuhnya Konstantinopel, ibukota Romawi Timur ke tangan Turki Usmania yang beragama Islam tahun 1453, usaha mencari rempah-rempah dan penjelajahan dunia semakin intensif. Demikian juga dengan adanya renaissance di Italia abad ke-15 yang dipelopori oleh para intelektual berusaha mempertanyakan kembali hakekat penjelajahan dalam aspek invention, discovery dan dunia baru bagi keunggulan individu dan keunggulan umat manusia.

Penjelajahan Bangsa Portugis
Eksplorasi yang sistematis terhadap "dunia baru" Amerika dilakukan oleh bangsa Portugis yang dipimpin oleh Pangerah Henry atau Prince Henry (1394-1460). Henry berambisi untuk mengembangkan kejayaan Portugal dan oleh karena itu mendorong setiap penjelajah Portugal untuk melakukan penjelajahan dan menemukan rute baru ke kawastin yang kaya akan rempah-rempah, emas dan perak. Melalui kepeloporan Henry, bangsa Portugis memperoleh emas dari Afrika dan menjadikan jalur Portugal dan pantai Afiika Barat sebagai jalur perdagangan mereka. Sejak tahun 1500 bangsa-bangsa Eropa lainnya memperoleh emas dari Lisabon sebagai pusat perdagangan emas di Eropa.
Pada tahun 1487 Bartholomew Diaz mencapai ujung selatan Afrika Selatan. Setelah mencapai Tanjung Harapan, Diaz kembali ke Portugal. Penjelajahan ini kemudian diteruskan oleh seorang marinir Portugal bernama Vasco da Gam a Dalam ekspedisi ketlua (1497-1499), Vasco da Gama mencapai pelabuhan-pelabuhan India, dan sekembalinya ke Lisabon dia membawa barang-barang yang sangat berharga di pasaran Eropa. Melihat banyaknya barangbarang dagangan yang dibawa Diaz, raja Spanyol, Manuel (1495-1521) mengirimkan 13 kapal baru ke India dibawah pimpinan Pedro AJvares Cabral. Tujuannya adalah mendirikan pangkalan dagang di pelabuhan-pelabuhan India. Pelabuhan-pelabuhan penting yang dikuasai bangsa Portugis akhirnya diserahkan pada kekuasaan tahta Portugal. Misalnya pelabuhan-pelabuhan di Brazil, Amerika Selatan, yang telah dikuasai para pedagang Portugis diserahkan kepada tahta Spanyol. Demikian juga dengan pelabuhan-pelabuhan dagang di Afrika, Jazirah Arab dan India diakui sebagai milik tahta Portugal. Ekspedisi Pedro Alvares Cabral ke Brazil pada tanggal 22 April 1500 merintis kekuasaan bangsa Portugis atas wilayah Amerika Selatan.
Para penguasa dan pedagang lokal di daerah yang didatanginya dan yang tidal: mau tunduk pada Portugal diserang dan ditaklukkannya. Kota-kota pelabuhan India, seperti Calicut dan Goa dan pelabuhan Ormuz di Iran diserangnya. Dibawah gubernur Portugal di India, Alfonso cTAlbuquerque (menjabat antara 1509-1515), kota-kota tersebut diserahkan kepada tahta Portugal. Demikian juga dengan pelabuhan-pelabuhan lainnya yang semula dikuasai para pedagang Islam dari Arab, India, Melayu, Maluku dan Malaka ditaklukkannya.
Pelabuhan Malaka yang sangat raniai dan strategis di Selat Malaka direbutnya tahun 1511, demikian juga dengan pelabuhan-pelabuhan Maluku, sebagai  pusat  penghasil  rempah-rempah, dikuasainya. Dengan penguasaan langsung-daerah-daerah yang ditaklukkannya maka negara Portugal mulai merintis politik imperialisme, yaitu politik untuk menjadikan daerah yang ditaklukkannya sebagai bagian dari imperium seberang lautan Portugal, dan dikuasai langsung oleh pemerintah pusat di ibukota Lisabon, Portugal. Portugal merupakan negara pertama sejak jaman penjelajahan yang menguasai daerah imperium seberang lautan. Melalui politik imperialisme, Portugal memaksa bangsa-bangsa yang dikuasainya untuk tunduk pada aturan politik dan ekonomi yang dibuatnya. Dengan deniikian para pedagang yang berada di bawah kekuasaan bangsa Portugis harus menyerahkan barang hasil produksinya dengan harga yang ditentukan oleh mereka.

Penjelajahan Bangsa Spanyol.
Pelayaran Christopher Columbus (1451-1506) tahun 1492 dapat ditempatkan dalam  konteks penjelajahan bangsa Eropa ke benua "baru" Amerika. Columbus yakin bahwa dia dapat menemukan rule terpendek ke arah timur dengan cara berlayar ke arah barat menyeberangi Atlantik. Dia menyangka San Salvador adalah India, negeri yang kaya akan bahan rempah rempah. Antara tahun 1492-1502 Columbus melakukan empat kali pelayaran ke Amerika dan menemukan kepulauan Caribia. Sampai dia mati, pulau-pulau yang didarataninya seperti Haiti, Dominica, Puerto Rico, Jamaica, Cuba dan Honduras masih diyakininya sebagai India. Melalui rintisannya bangsa Spanyol memperoleh pengetahuan mengenai benua baru Amerika yang kemudian dijadikan sebagai wilayah koloni Spanyol. Raja Spanyol Ferdinand dan Ratu Isabela akhirnya mensponsori penjelajahan berikutnya ke Amerika untuk menghadapi dominasi bangsa Portugis yang telah melakukan penjelajahan dunia. Tindakan raja Spanyol itu menimbulkan protes Spanyol yang menganggapnya telah mengancam kepentingan Portugal di Amerika. Paus Alexander VI menengahi pertentangan tersebut dengan cara menarik garis demarkasi antara Spanyol dan Portugal tahun 1493. Dalam tahun 1494 kedua negara sepakat dalam Perjanjian Tordesilas bahwa Portugal akan menguasai Brazil dan sisa benua Amerika oleh Spanyol. Tentu saja perjanian tersebut tidak berlaku bagi negara-negara lain yang juga berambisi menguasai Amerika.
Niat untuk mencan jalur pelayaran ke Asia terus dilakukan oleh bangsa Spanyol. Penguasa Spanyol, Charles V, menugaskan Ferdinad Magellan (1480-1521) untuk menemukan jalur langsung ke kepulauan Maluku sebagai pusat penghasil rempah-rempah. Magellan berlayar ke arah barat-daya melintasi Samudera Atlantik, dan sampai ke ujung selatan benua Amerika. Dari sana dia menyeberang ke Samudera Pacifik menuju arah Barat dan sampai di kepulauan Filipina tahun 1521 (pemberian nama kepulauan Philipina dilakukan tahun 1560 setelah kepulauan tersebut berada di bawah imperialisme Spanyol atas 'nama raja Philip II). Di kepulauan tersebut Magellan terbunuh. Namun deniikian pelayaran terus dilakukan oleh anak buahnya hingga tiba kembali di Spanyol thun 1522. Pelayaran Magellan berpengaruh besar bagi dunia ilmu pengetahuan dan membuktikan teori Columbus bahwa dunia ini bulat. Pelayaran ini juga memberi keterangan yang berharga bahwa Samudera Pasifik demikian luas dan bumi ini lebih besar dibandingkan dengan yang selama itu dipercayai orang.
Penjelajahan bangsa Spanyol ke benua Amerika diikuti dengan penaklukan dan kolonisasi. Hernando Cortez (1485-1547) berhasil mencapai Meksiko dan menaklukkan kerajaan Aztec yang dikuasai kaisar Montezuma. Sisa-sisa peradaban Aztec dihancurkannya dengan kejam. Demikian juga dengan kerajaan Inca di Peru dihancurkan oleh bangsa Spanyol yang dirintis oleh penjelajahan Francisco Pizarro (1470-1541). Daerah-daerah baru di Amerika Latin dikuasainya dan dijadikan sebagai bagian dari imperium Spanyol. Penaklukkan itu disusul dengan migrasi penduduk Spanyol ke daerah yang ditaklukkannya. Pada abad ke 16 di Amerika Selatan telah terdapat 200.000 penduduk Spanyol.yang melakukan kolonisasi.

Peta Penjelajahan Bangsa Eropa di Amerika:
1)   Penjelajahan bangsa Perancis, Belanda.
Penjelajahan bangsa Perancis ke Amerika dimulai oleh Giovanni da Verazzuno (1524) yang menjelajah pantai Atlantik dan mencari sungai yang bisa dilayari ke arah daratan Sepuluh tahun kemudian, Jacques Cartier mengeksplorasi Newfoundland dan menjelajah Sungai St. Lawrence yang diangapnya sebagai jalan lintas menuju daratan China. Dalam tahun 1608 Samuel de Champlain melakukan sebelas kali eksplorasi ke Amenka Utara dan menemukan Quebec. Daerah yang sekarang menjadi wilayah Kanada tersebut dihuni oleh orang-orang keturunan Perancis.  Bangsa Belanda menyusul bangsa Portugis dan Spanyol melakukan penjelajahan dunia termasuk ke Amenka. Para penjelajah Belanda sudah banyak yang mendarat di kepulauan Indonesia sejak tahun 1600-an, terutama setelah tibanya kapal Cornelis de Houtman di Banten tahun 1596. Pada tahun 1602 para penjelajan dan pedagang Belanda telah mendirikan perserikatan dagang Belanda di Indonesia dengan nama VOC. Organisasi dagang tersebut merupakan alat untuk melaksanakan kolonialisme Belanda di Indonesia dan Sri Lanka.
Kolonisasi Belanda di Amerika dimulai sejak didirikannya West India Company di Pulau Manhattan tahun 1624 sebagai pangkalan dagang kulit binatang di kawasan Amerika. Pada tahun 1650 organisasi dagang Belanda di Amerika Selatan berhasil merebut beberapa pangkalan dagang Spanyol dan Portugal sehingga akhirnya organisasi itu mampu mengontrol jaringan dagang antara Amerika dan Eropa. Belanda juga mendirikan koloni di New Netherland. Namun demikian koloni tersebut tidak berkembang, bahkan tahun 1664 koloni tersebut direbut oleh Inggris dan diganti dengan nama New York. Belanda lebih tertarik terhadap koloninya di Asia, Indonesia.
Latar belakang kolonisasi bangsa Inggris di Amerika.
Dimulai dengan penjelajahan John Cabot (pedagang Genoa yang tinggal di London), yang berniat berlayar ke Brazil tetapi mendarat di Canada (Newfoundland) tahun 1497, penjelajan Inggris berusaha menemukan "daerah baru", seperti penjelajah Drake (1577-1580) yang berhasil mengelilingi dunia, Gilber, dan Releigh menjelajah daratan Amerika Utara. Kebijaksanan politik Inggris dalam melakukan kolonisasi di Amerika Utara sejak abad ke-16 berkaitan dengan situasi politik di dalam negeri. Walaupun klaim Inggris terhadap Amerika Utara berlangsung sejak penjelajahan John Cabot (1497), klaim tersebut tidak diikuti dengan tindakan nyata. Pada akhir abad ke-16 Monarki Tudor telah mengubah kerajaan Inggris sebagai kekuatan utama di Eropa yang siap bersaing dengan negara-negara lainnya dalam melakukan eksploitasi benua baru. Setelah keluar dari krisis monarki abad ke-15 yang dikenal dengan "Wars of Roses" atau perang-perang bunga ros dalam tubuh keluarga monarki, Inggris memasiki abad ke-16 memperoleh pemerintahan yang kuat di dalam negeri. Tampilnya keluarga Tudor yang dipirnpin oleh Henry VII (1485-1509) dan Henry VIII (1509-1547) ditandai dengan upaya mempersatukan semua keluarga monarki yang bertikai dan menyatukan kesetiaan semua warga negara terhadap tahta kerajaan. Pada masa pemerintahannya, Henry VIII telah dapat memperoleh kekuasaannya atas semua keluarga kerajaan, kecuali atas kekuasaan Paus di Roma. Ketika istri pertama Henry, Catherine of Aragon tidak melahirkan anak laki-laki sebagai putra mahkota, Henry meminta Paus di Roma untuk membatalkan perkawinannya. Ketika Paus menolak, Henry menentang Paus dan meminta Parlemen Inggeris untuk memutuskan hubungan dengan Gereja Katholik di Roma. Akhirnya Parlemen pada tahun 1534 sepakat untuk menghasUkan undang-undang yang mengesahkan terbentuknya sistem gereja Inggeris yang berada di bawah kekuasaan Raja Inggris. Dengan undang-undang tersebut, Henry, sebagai raja Inggris memiliki kewenangan atas pajak yang dipungut oleh gereja serta tanah yang dikuasainya. Peristiwa tersebut merupakan saluran bagi terbentuknya reformasi gereja dan protestanisme di Inggris.
Setelah memperoleh kekuatan politik di dalam negeri, Henry berusaha meningkatkan kekuatan ekonomi dalam negeri melalui perdagangan luar negeri. Sistem pemagaran tanah atau enclosure telah mampu meningkatkan produktifitas pertanian dan peternakan sehingga mampu meningkatkan ekonomi Inggris melalui ekspor wool dan hasil pertanian. Sistem tersebut juga telah menguntungkan golongan tuan tanah dan para pedagang Namun demikian, akibat dari sistem tersebut telah banyak petard yang kehilangan lahan garapannya dan meningkarnya urbanisasi. Antara tahun 1560-1625 penduduk Inggeris telah meningkat tiga kali lipat sehingga menimbulkan kesan pada pemerintah dan warga Inggris bahwa kota-kota besar mereka telah berpenduduk terlalu banyak (overpopulated). Untuk mengatasinya, pemerintah Inggeris berusaha mencari daerah koloni baru sebagai tempat tinggal warganya. Amerika sebagai benua baru merupakan pilihan utama untuk tujuan itu. Kaum migran yang dikirim Inggeris diharapkan akan mampu meningkatkan produktifitasnya untuk kepentingan ekonomi kerajaan Inggris, seperti halnya telah dilakukan oleh bangsa Spanyol di New Spain, Amerika.
Dalam merealisasikan tujuan itu, Inggris harus bersaing dengan Spanyol. Setelah mendapat laporan dari Richard Hakluyt, seorang pendukung kolonisasi Inggris di Amerika yang menyatakan bahwa Spanyol merupakan ancaman utama bagi kepentingan kolonisasi Inggeris di benua baru tersebut, Inggris mulai meninjau hubungan persahabatannya dengan Spanyol. Pada masa pemerintahan Elizabeth I (1558-1603) hubungan Inggris dan Spanyol putus yang disebabkan oleh putusnya hubungan gereja Inggris dengan Roma dan dukungan Inggris terhadap gereja Protestan Belanda dalam melawan gereja Katholik Spanyol.
Pada tahun 1560-an, John Hawkins merebut sejumlah pangkalan dagang Spanyol di kepulauan Caribia dan menjual budak-budak Afrika terhadap pengusaha perkebunan di kawasan itu. Saudara sepupu Hawkins, Francis Drake juga merebut West Indies Spanyol tahun 1570-an. Antara tahun 1577-1580, Drake merebut kapal Spanyol yang bermuatan emas di kawasan Pasifik dan mendirikan Calofonu'a. Sedangkan perusahaan Cathay membiayai perjalanan Martin Frobister (1576-1578) untuk mengeksplorasi daerah Kanada. Keberhasilan para penjelajah Inggris di Amerika terhadap kedudukan Spanyol tersebut mendorong Inggris untuk mengintensifkan kolonisasinya atas Amerika Utara. Atas dukungan pemerintah Inggris, Sir Humprey Gilbert (1539-1583) berhasil mendaratkan 200 pemukim potensial di Newfoundland tahun 1583 dan diteruskan oleh sudara tirinya, Sir Walter Raleigh (1552-1618) yang mendirikan koloni Virginia atas penghargaan terhadap ratu Elizabet I yang masih virgin atau perawan. Sedangkan upaya untuk mendirikan koloni di Pulau Roanoke gagal setelah tahun 1590 diketahui bahwa semua pemukim di sana telah musnah yang sampai sekarang tidak diketahui penyebabnya.  Kegagalan dalam mendirikan beberapa koloni di Amerika Utara dijadikan bahan pelajaran oleh Ratu Elizabeth I. Pertama, keberhasilan kolonisasi tergantung pada sumber pertanian agar para pemukim tidak tergantung pada orang-orang Indian. Kedua; kaum kolonis harus memelihara hubungan langsung dengan negeri induk, Inggris. Ketiga, perkembangan koloni tergantung pada dukungan finansial melalui perusahaan pasar modal yang dikelola secara profesional. Upaya terakhir tersebut baru terwujud pada awal abad ke-17.

Migrasi kaum Puritan ke Amerika.
Migrasi sekelompok penganut agama dari Inggris ke benua Amerika berkaitan dengan konflik dalam kehidupan agama di Inggris. Perpecahan hubungan antara gereja di Inggris dengan Gereja Katholik Roma pada masa Henry Vin (1509-1547) telah mengubah tatanan keagamaan di Inggris yang disusul dengan perubahan-perubahan kebijaksanaan yang dilakukan oleh raja-raja seterusnya. Raja Edward VI (1547-1558) mencoba menerapkan Protestanisme dalam kehidupan agama. Sedangkan anak Henry yang bernama Mary (1553-1558) mencoba mengembalikan kehidupan agama Katholik di bawah pengaruh Paus di Roma. Sedangkan Elizabeth I (1558-1603) mencoba mencari jalan tengah antara ajaran Katholik dengan Protestan. Sikap Elizabeth ini sama dengan Henry VIII yang menempatkan Raja Inggris sebagai pemimpin Gereja Inggris tetapi masih mengakui beberapa prinsip ajaran Katholik, kecuali kepemimpinan Paus di Roma. Selama pemerintahan Mary, banyak penganut Protestan meninggalkan Inggris menuju daratan Eropa untuk menghindari penyiksaan. Ketika Elizabeth naik tahta tahun 1553, mereka kembali ke Inggris dan menuntut agar sikap kompromi Ratu Elizabeth terhadap tradisi Katholik yang masih dianutnya dihapuskan. Kelompok penganut Protestan "radikal" yang kemudian dikenal dengan Puritan tersebut menginginakan adanya reformasi dan pembersihan gereja Inggris dari pengaruh Katholik Puritan sebagai aliran agama mendapat dukungan yang luas dari berbagai kalangan mulai dari orang-orang Inggris yang tidak puas dengan keadaan sosial saat itu seperti pengangguran, perampasan tanah akibat esclosure, serta para pedagang dan kaum aristokrat yang mengalami kesulitan ekonomi akibat imflasi. Dalam menjalankan kehidupan agamanya, mereka menghendaki pentingnya memelihara ketertiban dalam beragama dan kehidupan sosial. Para penganutnya percaya bahwa Puritan bukan hanya mampu menjelaskan pengalaman-pengalaman religius penganutnya melainkan juga bisa dijadikan alat untuk memecahkan masalah-masalah sosial. Karena rasa tidak puas dengan kondisi di Inggris tersebut sebagian penganut Puritan memilih berimigrasi ke benua baru Amerika, terutama New England. Dengan demikian, migrasi orang-orang Inggris ke Amerika bukan hanya disebabkan karena daya tank Amerika melainkan juga rasa tidak puas warganya terhadap situasi di Inggris.
Para pembangkang Protestan yang tidak setuju dengan Gereja Anglikan di Inggris sebenarnya terbelah menjadi dua kelompok, yaitu Separatist dan Puritan (non separatis). Walaupun kedua aliran tersebut sepakat mengenai aspek-aspek penting dalam kehidupan agama, keduanya memiliki perbedaan pandangan mengenai kedudukan gereja. Aliran Puritan, yang lebih moderat dan memiliki jumlah pengikut lebih banyak, percaya bahwa Gereja Inggris merupakan gereja yang "benar" walaupun masih perlu direformasi. Menurut para pendukungnya, adalah penting bagi seorang Kristen untuk tetap menjalin hubungan dan beribadah di gereja Inggris (Anglikan) untuk meningkatkan upaya reformasi mereka. Sedangkan menurut penganut Separatis, beribadah di gereja Anglikan merupakan perbuatan dosa, karena itu penganutnya hanya boleh beribadah di gerejanya. Dalam kehidupan religi, pengaruh Puritan nampak lebih besar pada kehidupan agama dan politik di New England.

Awal Kolonisasi Amerika Utara.
Kolonisasi awal Amerika Utara oleh Inggeris mulai lebih intensif sejak pemerintah dipegang oleh Raja James I (1603-1625) yang berasal dari keluarga Stuart. Untuk mempermudah kaum kolonis memperoleh wilayah di Amerika Utara, Raja James I mendekati kembali Spanyol dan mengadakan perjanjian damai tahun 1604. Setelah perjanjian tersebut, Inggris mulai menata kembali rencananya mengenai kolonisasi atas Virginia. Didorong oleh kepentingan ekonomi, dua kelompok pedagang yaitu Virginia Company dan Virginia Company of Plymouth meminta raja Inggris untuk mendirikan perusahaan pasar modal untuk membiayai kolonisasi Amerika Utara. Setelah itu berbondong-bondong kaum migran dari Inggeris mendatangi benua baru tersebut. Namun demikian, karena ganasnya alam Virginia dan tidak cocoknya iklim di sana menyebabkan ribuan kaum migran mati. Dalam tahun 1622 tercatat 6000 migran mati dari 8000 yang sudah bermukim di sana. Kematian tersebut ternyata tidak menyurutkan kaum pionir, kaum imigran pekerja keras, untuk terus mencari sumber daya alam bagi keuntungan komersial. Percobaan John Rolfe di bidang tanaman tembakan tahun 1622 ternyata membuahkan hasil. Setelah dikembangkan bertahun-tahun, akhirnya Virginia menjadi daerah koloni yang sangat subur bagi produksi tembakau dan mampu meningkat ekonomi koloni tersebut. Model kolonisasi awal Amerika Utara, selain atas sponsor pemerintah Inggris juga dilakukan oleh perusahaan-perusahaan dagang yang mencari komoditi ekspor. Virginia dan Massachussetts merupakan contoh dari dua daerah koloni yang dikembagkan oleh perusahaan-perusahaan swasta yang juga mendapat sponsor dari Raja Inggris. Para migran kaya yang juga pengusaha berani mengeluarkan biaya dalam jumlah besar untuk mengongkosi para pekerja dari Inggris. Mereka mendirikan pusat-pusat pemukiman kaum migram yang kemudian menjadi daerah-daerah koloni yang memiliki model pemerintahan sendiri.
Pusat-pusat pemukiman seperti New Hampshire, Maine, Maryland, Carolina, New Jersey dan Pensylvania, adalah kepunyaan para pengusaha yang berasal dari kalangan bangsawan kaya yang menyewa tanah tersebut dari raja Inggris dengan bayaran yang sangat rendah atau hanya bersifat lambang saja. Misalnya Lord Baltimore hanya memberikan dua buah anak panah kepada raja setiap tahunnya dan william Penn hanya memberikan dua lembar kulit binatang. Dengan karakteristik daerah koloni dan asal usul yang berbeda-beda namun memiliki persamaan dalam hal dibangun oleh kaum imigran para pertengahan abad ke-17 telah terbentuk tiga belas daerah koloni di Amerika Utara, yaitu New Hampshire, Massachusetts, Rhode Island, Connecticut, Delaware, New York, New Jersey, Pennsilvania, Maryland, Virginia, North Carolina, South Carolina dan Georgia. Ketiga belas daerah koloni tersebut menjadi cikal bakal terbentuknya Amerika Serikat tahun 1776 setelah meletusnya revolusi yang digerakkan olehkaum kolonis. 
Berbagai motivasi orang-orang Eropa bermigrasi ke benua baru Amerika pada abad ke16. Motivasi agama, seperti yang dijelaskan di atas merupakan faktor penting. Selain dari Inggris, banyak juga orang-orang Jerman dan Irlandia bermigrasi ke Pennsylvania dan North Carolina berusaha mencari kebebasan agama. Demikian juga dengan faktor politik. Banyak orang-orang dekat kerajaan dari kalangan aristokrat yang tidak setuju dengan kesewenangwenangan Raja Charles I tahun 1640-an meninggalkan Inggris menuju Virginia. Faktor ekonomi bekaitan dengan banyaknya kaum imigran yang berlatarbelakang ekonomi tidak mampu di Inggris dan belahan Eropa lainnya berusaha mencari kehidupan yang lebih baik di Amerika. Bagi mereka yang tidak mampu membayar biaya perjalanannya akan ditangngung oleh perusahan yang kelak akan mempekerjakan mereka di negeri baru. Sebagian di antara mereka juga adalah tawanan di Inggeris dan kelak menjadi pelayan kontrak di Amerika. Imigran setengah budak Eropa tersebut menjadi pemukim koloni-koloni Amerika setelah mereka dibebaskan oleh majikannya menyusul selesainya masa kontrak mereka.  Ketiga belas daerah koloni baru di Amerika tersebut didirikan oleh kaum kolonis dalam jumlah kecil pada awal abad ke-17. Koloni Virginia pertama kali dihuni oleh seratus kolonis tahun 1607 yang kemudian berkembang menjadi pusat penghasiian tembakau yang sangat baik kualitashya. Sedangkan Maryland pertama kali didirikan oleh seorang pioner benama George Calvert. Calvert sebagai seorang penganut katholik Roma mengembangkan koloni ini sebagai pusat penghasil tembakau, gandum dan jagung. Walaupun pendirinya beragama katholik para pemukim di koloni ini sebagian besar berasal dari kalangan Protestan Undang-undang Tolerasi Agama yang dikeluarkan tahun 1649 menjamin tolerasi kehidupan agama di Maryland. Pada tahun 1660 Maryland dan Virginia berkembang menjadi koloni-koloni yang memiliki persaman di bidang agraria (penghasil tembakau), politik dan pemerintahan sendiri. Karena kebutuhan akan tenaga kerja di bidang industri tembakau. kedua koloni tersebut menerapkan system perbudakan terhadap penduduk kulit hitam dari Afrika.  New England pertama kali dihuni secara permanen sebagai sebuah koloni oleh sekelompok "pejiarah" atau the Pilgrims tahun 1620. Kaum pejiarah ini merupakan kelompok Separatis yang pemah mengungsi ke Belanda tahun 1607 untuk menghindari tuntutan penguasa Inggris. Walaupun memperoleh kebebasan di bidang agama di Belanda, kelompok ini menderita secara ekonomi. Kbndisi ini dimanfaatkan oleh London Company untuk mengangkut mereka dengan kapal Mayflower ke New England dan diperkerjakan di perusahaan tersebut. Kelompok ini bermukim di Plymouth Coloni yang tidak berkembang dengan baik.
Akhirnya koloni ini digabuingkan dengan Massacussett Bay tahun 1691 yang berkembang lebih cepat. Pada tahun 1643, koloni-koloni yang berada di wilayah New England seperti Massachusetts Bay, Connecticut, Plymouth dan New Haven membentuk konfederasi untuk menghadapi klaim Belanda dan menciptakan kebijaksanaan bersama menghadapi orang-orang Indian. Koloni-koloni tersebut tidak akan lagi menggantungkan bantuan dari Inggris yang pada saat itu sedng dilanda perang sipil. Mereka ingin menunjukkan independensinya dari negeri induk mereka, Inggris. Namun demikian, antara tahun 1660-1700, Inggris masih terus berusapa memperluas daerah koloninya dengan cara memaksakan dan mempengaruhi penguasa di daerah koloni tersebut. Koloni-koloni tersebut tetap menjadi bagian dari imperium Inggris.
Dengan banyaknya kelompok imigran dari berbagai negara seperti Inggeris, Jerman, Belanda Irlandia, Skotlandia, Swiss, Perancis dan lain-lain maka sejak tahun 1680 koloni Amerika telah menjadi pusat percampuran kebudayaan dari berbagai negara. Dari jumlah seperempat juta penduduk berbagai ras dan etnik tahun 1690 telah meningkat menjadi 25 juta tahun 1775. Namun demikian karena jumlah orang Inggeris mencapai sembilan puluh persen dari jumlah kelompok migran maka kebudayan Inggris tetap dominan di ketigabelas daerah koloni tersebut. Kebudayan Inggris yang berkembang di sana tentu saja telah menyesuaikan diri dengan lingkungan baru Amerika yang juga dipengaruhi oleh kebudayaan golongan migran yang dibawa dari Eropa.  

Leave a Reply